Dampak Suku Bunga Terhadap Sektor Properti dan Perbankan

Dampak Suku Bunga Terhadap Sektor Properti dan Perbankan

Ellen May - detikFinance
Jumat, 29 Jan 2016 10:58 WIB
Foto: Ellen May
Jakarta - Saya menerima beberapa pertanyaan baik dari twitter @pakarsaham maupun dari email sayaΒ ellen@ellen-may.comΒ mengenai dampak dari perubahan suku bunga yang nampaknya kurang greget. Bagaimana sebenarnya dampak dari penurunan suku bunga di Indonesia?

Baru-baru ini suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) diturunkan 25 basis poin menjadi 7,25%. Hal yang sudah dinanti oleh pasar sejak tahun lalu, karena penurunan suku bunga biasanya akan membawa dampak positif bagi pergerakan harga saham. Penurunan suku bunga diharapkan segera diikuti pemangkasan bunga bank untuk kredit ritel; consumer termasuk KPR.

Bunga rendah bisa menggairahkan kembali sektor properti dan barang konsumsi lainnya terutama otomotif; sepeda motor dan mobil. Pemangkasan bunga bank, kredit ritel, dan properti tentunya akan menambah gairah masyarakat untuk menabung dan mengambil kredit. Hal ini bisa mendorong perekonomian semakin maju dan panas, sehingga kinerja perusahaan membaik. Kalau kinerja perusahaan membaik, maka harga saham pun juga ikut naik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaannya, apakah suku bunga akan turun lagi? Jika inflasi kembali rendah dalam situasi turunnya harga minyak seperti saat ini maka semestinya suku bunga acuan bisa turun lagi. Inflasi Indonesia 2015 sebesar 3,35%. Ada spread cukup tinggi dengan level suku bunga acuan saat ini.

Apalagi, turunnya harga minyak saat ini akan membuat inflasi terjaga rendah, dan hal itu juga akan membuat The Fed menunda kenaikan suku bunga tahap berikutnya.

Namun, apakah dampak dari penurunan suku bunga itu benar-benar positif? Apakah dampaknya langsung terasa? Mengapa suku bunga turun, saham properti saat ini (Januari 2016) justru malah turun dan bukannya naik?

Ada potensi Bank Indonesia menurunkan suku bunga kembali hingga level 6,5%-6,75% jika inflasi tetap terkendali. Murahnya harga minyak bisa berdampak pada rendahnya nilai inflasi.

Turunnya suku bunga memang bisa berdampak positif pada sektor properti, namun dampaknya tidak instan. Beberapa waktu terakhir ini justru sektor properti masih melemah.

Mengapa? Pelemahan sektor properti dikarenakan kinerja perusahaan properti yang masih belum begitu bagus. Kinerja tersebut diukur dari beberapa bulan/kuartal sebelumnya di mana masih terjadi perlambatan perekonomian.

Selain karena melemahnya daya beli beberapa waktu yang lalu, kinerja sektor properti juga turun karena banyak orang yang "takut pajak" mungkin karena laporan SPT nya belum sinkron. Jadi, dampak dari turunnya suku bunga terhadap sektor properti belum dapat dirasakan secara instan. Paling tidak dampaknya mungkin akan terasa pada kuartal-kuartal berikutnya.

BI mencatat per triwulan III-2015 indeks harga properti komersial sebesar 176,89 atau meningkat 0,64% (qtq) dan 26,02% (yoy). Namun kenaikan harga properti yang terjadi baik secara triwulanan maupun tahunan mengalami perlambatan dibandingkan kenaikan pada triwulan sebelumnya, masing-masing sebesar 1,69% (qtq) dan 32,31% (yoy).

Perlambatan kenaikan harga properti tersebut akibat menurunnya permintaan terhadap hunian properti komersial.

Tahun 2015 disebut-sebut sebagai titik terendah bagi pasar properti. Rata-rata pertumbuhan KPR perbankan ada di kisaran 16,5%. Pada 2014 masih lebih tinggi mendekati 25% secara rata-rata.

Pertanyaan kedua yang datang dari follower di twitter saya @pakarsaham adalah, apa sih dampak dari penurunan suku bunga terhadap sektor perbankan?

Suku bunga turun untungkan perbankan ?

Bukannya kalau suku bunga turun, maka bunga deposito turun dan demikian pula suku bunga kredit turun. Jadi apa bagusnya buat bank?

Satu hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh investor retail adalah, ketika suku bunga BI turun, maka bank bisa meminjam uang dari BI dengan bunga yang lebih murah. Namun demikian, bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank untuk nasabah retail masih belum turun atau bahkan hanya turun sedikit saja. Sementara itu suku bunga tabungan dan deposito langsung diturunkan. Dari selisih bunga inilah bank mendapatkan keuntungan lebih besar.

Bank bisa menarik lagi pinjaman dari bank sentral dengan tingkat suku bunga baru yang lebih rendah. Secara teknis, perbankan juga bisa menerbitkan salah satunya negotiable certificate of deposit (NDC) yaitu sertifikat deposito dengan tenor jangka pendek untuk memperkuat likuiditasnya. Dalam kondisi suku bunga sudah mulai turun, tentu menarik bagi perbankan.

Apalagi likuiditas perbankan tahun ini, terutama pada semester pertama, masih berpotensi ketat. Pada saat yang sama, bank perlu terus melakukan ekspansi kredit dan menjaga marjin keuntungannya tetap tinggi.

Maka penurunan suku bunga oleh bank sentral belum akan berdampak langsung terhadap penurunan bunga kredit yang diterbitkan perbankan untuk masyarakat umum.

Sebaliknya bunga deposito perbankan sudah langsung diturunkan bahkan sudah berangsur dikurangi sejak tahun lalu dari 7,75% menjadi 7,5%. Bank perlu melakukan itu dalam rangka efisiensi. Mengurangi beban biaya dana.

Memang, potensi bunga kredit bank untuk ikut turun juga terbuka. Bank BNI (BBNI) misalnya sudah mengumumkan niat menurunkan bunga kredit ritel sebesar 25 basis poin dari posisi saat ini di kisaran 12% sampai 13%. Kemungkinan mulai Februari (dikutip dari DetikFinance).

Semoga juga diikuti bank lainnya termasuk untuk bunga KPR. Dengan begitu sektor property bisa tumbuh lagi dan sektor otomotif kembali bergairah karena sumber dana dari bank untuk perusahaan pembiayaan (multifinance) jadi lebih murah.

Meskipun berdasarkan historis, efek penurunan suku bunga acuan dari bank sentral ke suku bunga perbankan biasanya baru terjadi dalam enam bulan bahkan setahun kemudian.

Secara umum dalam situasi itu bank berpotensi memertebal pendapatan di tahun ini. Terdapat keuntungan dari selisih suku bunga BI dengan suku bunga kredit untuk nasabahnya.

Dampaknya mungkin tidak terlalu kelihatan untuk jangka pendek karena untuk mengetahui kinerja sebuah perusahaan harus menunggu laporan keuangan di akhir setiap kuartal.

Dampak dari naik turunnya suku bunga ini juga bukan satu-satunya faktor penggerak harga saham. Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pergerakan pasar baik secara makro ataupun mikro. Tetap perhatikan fundamental saham dan teknikalnya. Semoga artikel hari ini bermanfaat dan salam profit! (drk/drk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads