Bagi perbankan yang mampu melakukan efisiensi, di antaranya dengan penyesuaian margin atau Net Interest Margin (NIM), OJK akan memberikan insentif melalui kemudahan-kemudahan dalam pendirian kantor cabang atau pun perizinan produk-produk perbankan.
OJK ingin, margin perbankan di Indonesia bisa mencapai 3-4% dalam 1-2 tahun ke depan, setara dengan Thailand.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya rasa kita melihatnya di Indonesia ini bunga kredit memang lebih tinggi dari pada negara ASEAN, kita lihat penyebabnya ada beberapa hal, bunga dananya lebih tinggi, kedua overhead cost lebih tinggi, itu saya rasa dua komponen utama. Kemudian kita bedah, kenapa di Indonesia bunga lebih tinggi dibanding negara ASEAN, karena inflasi di Indonesia lebih tinggi," jelas Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Gedung BI, Thamrin, Jakarta, Senin (22/2/2016).
Inflasi yang tinggi, kata Mirza, membuat suku bunga di Indonesia juga tinggi. Hal ini yang membuat margin juga sulit disesuaikan, sehingga suku bunga kredit tetap tinggi.
"Rata-rata inflasi memang masih di atas 5%. Sedangkan negara tetangga inflasi 1-3%, sehingga memang BI bersama pemerintah komit inflasi ini harus turun dan permanen rendah, karena suku bunga dana itu logikanya selalu ada di atas inflasi sedikit, jadi inflasi harus turun," jelas dia.
Kedua, overhead cost, di Indonesia dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan perbankan di negara-negara ASEAN, sehingga sekarang bagaimana supaya overhead cost bisa turun, competitiveness dari biaya tenaga kerja di Indonesia, infrastruktur perbankan, harga-harga produk di Indonesia ini harus bisa diturunkan, maka dari itu, kenapa OJK pendekatannya adalah memberikan insentif bahwa jika lending rate bisa turun, maka diberikan insentif-insentif.
"Jadi arah approach nya demikian," ucap dia.
Mirza menyebutkan, untuk bisa menyamai Thailand, memang harus kerja keras. Inflasi dan overhead cost harus turun.
"Ketiga iklim usaha di Indonesia, stabilitas makro di Indonesia juga harus baik, karena itu akan mempengaruhi juga biaya pencadangan tadi, selain itu kan biaya pencadangan kredit macet, nah biaya kredit bermasalah tergantung apa, tergantung situasi makro ekonomi," terang dia.
Selain itu, pemerintah juga perlu bekerja sama mengimplementasikan kebijakan OJK dengan tidak meminta suku bunga deposito tinggi atas simpanan BUMN di perbankan.
"Ada dana-dana pemerintah yang minta dibayar bunga deposit yang cukup tinggi, nah ini tentu kalau dananya dana pemerintah, dana APBN kan tentu itu harus menjadi suatu proyek, jadi jika sementara dana itu mengendap di rekening perbankan, jangan minta bunga tinggi," terang dia.
Dengan begitu, kata Mirza, perlahan margin perbankan bisa ditekan sehingga suku bunga kredit bisa disesuaikan.
"Saya rasa targetnya bukan menurunkan NIM ya, targetnya menurunkan bunga kredit, karena setelah bunga dana turun, overhead cost turun kemudian biaya pencadangan kredit bermasalah turun, maka bunga dana bisa turun, kredit juga bisa turun, jadi ini suatu proses yang ada perlu jangka waktu gitu ya," papar Mirza. (drk/ang)











































