"Pangsa pasar masih di bawah target, yaitu 5%," kata Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Makruf Amin, dalam acara sosialisasi empat fatwa baru DSN, di kantor pusat Bank Syariah Mandiri (BSM), Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri keuangan untuk tumbuh lebih cepat. Meskipun diketahui periode 2015, ekonomi Indonesia tengah mengalami perlambatan. Sehingga penetrasi yang dilakukan cukup terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Agus Sudiarto menyatakan, tantangan makro ekonomi memang tidak bisa terelakkan. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,79% atau lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang di atas 5%, bahkan mencapai 6%.
"Tantangan sedang besar, di satu sisi makro ekonomi tidak begitu cepat seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan di dalam industri juga ada beberapa pekerjaan rumah yang belum terselesaikan," kata Agus.
Pasar industri keuangan syariah di Indonesia menjadi perhatian bagi negara-negara tetangga sejak diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut Agus, bank konvensional dalam negeri sepertinya mampu head to head dengan negara tetangga. Sedangkan bank syariah masih belum.
"Perbankan syariah kita memang belum besar, tapi perbankan di negara Malaysia dan lainnya sudah mulai membidik pasar dalam negeri kita. Seharusnya kita harus siap," ujarnya. (mkl/drk)











































