Penurunan bunga deposito bank dilakukan untuk memberi ruang bagi perbankan bisa menurunkan suku bunga kredit.
Namun, dunia perbankan sulit menurunkan bunga simpanan deposito karena harus bersaing dengan Surat Utang Negara (SUN) seperti Obligasi Ritel Indonesia (ORI) atau Sukuk, yang rata-rata mematok imbal hasil (yiled) lebih tinggi ketimbang bunga deposito.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yield kan ditentukan banyak hal, salah satunya likuiditas di pasar uang. Kalau uang disimpan di bank kan anytime (kapan saja) bisa diambil, nggak perlu ke pasar sekunder. Sementara ORI kalau kan harus di pasar sekunder, risikonya juga ada," jelas Robert ditemui di kantornya, Kompleks Kemenkeu, Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (7/2/2016).
Selain itu, menurut Robert, pengenaan yiled yang lebih tinggi dari bunga deposito dilakukan untuk memberi stimulus masyarakat agar bisa membiasakan menanam uangnya di SUN.
"Deposito kan 7-8%. Kita lagi mengajarkan pada masyarakat bagaimana agar membiasakan diri beli surat berharga. Sementara deposito sudah biasa, uangnya tiap hari juga bisa diambil di bank. Kalau surat utang ada tenornya misal 3 tahun, bunganya sekali dalam sebulan, kalau mau dicairkan juga harus di pasar sekunder," jelasnya.
Berbeda dengan simpanan deposito, ujar Robert, penentuan yield surat utang yang dikeluarkan pemerintah juga sangat dipengaruhi tingkat inflasi, kurs, likuiditas di pasar uang, dan kondisi keuangan global.
"Yield ditentukan banyak hal daripada deposito. Bisa dipengaruhi dari perspektif inflasi, likuiditas pasar keuangan, kurs karena ada pembeli asingnya, itu ditentukan banyak hal," pungkasnya. (ang/ang)