Krisis sistem keuangan adalah kondisi sistem keuangan yang gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dan efisien, yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan keputusan tersebut dipegang oleh Presiden Republik Indonesia. Tentunya melalui rekomendasi oleh Forum Koordinator Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keputusan tetap di tangan Presiden, tapi melalui rekomendasi oleh FKSSK," ungkap Bambang saat rapat dengar pendapat di Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/3/2016)
Ini diatur dalam pasal 37 RUU PPKSK, yang menyebutkan Presiden memutuskan status sistem keuangan menjadi kondisi normal sesuai dengan rekomendasi atau menolak rekomendasi perubahan status stabilitas sistem keuangan menjadi normal yang disampaikan oleh Forum KSSK paling lambat 1x24 jam.
"Nanti bisa keputusan itu melalu Kepres atau lainnya, itu kan sangat teknis," ungkapnya.
Di samping itu pada pasal 40 RUU PPKSK juga dituliskan, dalam kondisi krisis sistem keuangan dan terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional KSSK merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan penyelenggaraan program restrukturisasi perbankan.
Dana untuk menangani permasalahan bank pada saat normal bersumber dari kekayaan bank, kekayaan BI, dan kekayaan LPS.
Namun ketika krisis maka sumber dananya ditambah dari industri perbankan dan APBN. Penggunaan APBN dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai pengeluaran dalam keadaan darurat sebagaimana diatur dalam UU.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit. Menurutnya meski RUU belum disahkan, akan tetapi dalam persoalan ini baik FKSSK maupun DPR sudah sepakat.
"Keputusan terakhir di Presiden untuk menentukan kewenangan dalam keadaan darurat itu presiden memiliki," terang Ahmadi pada kesempatan yang sama. (mkl/ang)











































