Budi menjelaskan pinjaman tersebut dikarenakan kebutuhan pembangunan infrastruktur di dalam negeri sangat besar. Sementara likuiditas perbankan untuk penyaluran kredit sangat terbatas, termasuk Bank Mandiri.
"Di bank Mandiri lebih dari 50% kredit di atas setahun. Ini berisiko. Kalau dana itu tiba-tiba ditarik, itu risikonya lebih sebesar lagi. Missmatch antara DPK dan kredit sangat besar, maka kami pinjam ke CDB," ungkapnya saat rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/3/2016)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi memastikan tidak ada agunan untuk pinjaman tersebut. Bank juga tidak dibatasi dalam pelaksanaan operasional maupun bisnis keseharian, dan tidak disyaratkan adanya konten China
"Tujuan penggunaan fasilitas untuk pembangunan infrastruktur dan industri di Indonesia dan mendorong perdagangan Indonesia dan China," jelas Budi.
Dirut BRI Asmawi Syam mengungkapkan pinjaman yang diterima adalah US$ 1 miliar dengan tenor 10 tahun. Bunga yang diberikan 3,4% dengan grace period selama tiga tahun.
"Rate ini rate yang paling murah saat ini dibanding global bond baru seminggu lalu terbit 4,7% kami lebih murah dengan jangka waktu 10 tahun," ungkap Asmawi pada kesempatan yang sama.
Sementara itu, untuk Bank BNI menerima pinjaman sebesar US$ 1 miliar dengan komposisi untuk dolar AS dan remimbi adalah 70:30. Bunga untuk masing-masing mata uang adalah 2,85% dan 3,3%.
"Kita memiliki porsi untuk dolar dan remimbi," kata Dirut BNI Ahmad Baiquni pada kesempatan yang sama. (mkl/ang)











































