Menurut Kepala Departemen Pengawasan Perbankan III OJK, Agus Edy Siregar, hal paling penting adalah dari sisi keamanan. Jangan sampai jaringan perbankan tanah air mudah disusupi oleh tangan-tangan jahil penjahat dunia maya.
"Jangan sampai kita terlalu loose (longgar), sehingga bank-bank gampang di-hack atau dibobol dan tidak dipercaya oleh nasabah, reputasinya pun akan menurun. Malah bisa menjadi tidak maju," katanya dalam acara Focus Group Discussion Digital Banking, di Jakarta Kamis (17/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mari kita bersama-sama cari keseimbangannya. Agar perkembangan digital banking di Indonesia bisa tumbuh dengan cepat. Kita tidak usah saling menyalahkan. Kita jalankan saja bisnis ini semoga bisa mendukung perekonomian," ungkapnya.
Dalam diskusi tersebut, hadir juga perwakilan bankir dari India dan Taiwan, yaitu Jerry Sung dari Cathay United Bank, dan Shri K.P.S Rawat dari State Bank of India.
"Kita sudah lihat InTouch dari India dan KOKO dari Taiwan tadi seperti apa, semoga kita bisa menyusul dan berjalan bagus ke depannya," jelasnya.
Menurutnya, setelah berdiskusi soal digital banking tersebut yang paling dekat bisa Indonesia bangun adalah basis digital yang kuat dulu di industri perbankan.
"One step at the time dulu lah, apa yang bisa di-apply dulu di Indonesia di tahap awal digital banking ini. Kita akan lakukan," ujarnya.
Digital banking menggunakan prinsip penyelenggaraan digital branch. Dalam pelaksanaannya akan dilakukan manajemen risiko teknologi informasi. Salah satunya berupa pengamanan informasi.
Pada saat pendaftaran baru, bank wajib:
1. Menerapkan prinsip two factor authentication
2. Membaca data elektronis e-KTP dengan verifikasi finger print menggunakan alat baca ktp elektronik
3. Menyimpan image KTP elektronik calon nasabah
4. Menyimpan informasi calon nasabah untuk kebutuhan kyc dan apu/plt
5. Melakukan validasi beberapa data calon nasabah terhadap data kependudukan yang ada di dukcapil
6. Menetukan batas toleransi kesalahan penginputan verifikasi data. (ang/dnl)