BRI Pangkas Bunga Kredit Jadi Single Digit, Apa Alasannya?

BRI Pangkas Bunga Kredit Jadi Single Digit, Apa Alasannya?

Maikel Jefriando - detikFinance
Jumat, 22 Apr 2016 20:05 WIB
BRI Pangkas Bunga Kredit Jadi Single Digit, Apa Alasannya?
Foto: Maikel Jefriando
Jakarta - PT Bank BRI Tbk (BBRI) menurunkan suku bunga kredit khusus untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dari 12,75% menjadi 9,75% per tahun. Ini akan diberlakukan mulai terhitung 1 Mei 2016.

Pemerintah memang menginginkan agar suku bunga kredit single digit pada tahun ini. Sebenarnya masih ada waktu beberapa bulan lagi, akan tetapi BRI memulai lebih cepat. Sehingga ini dianggap keputusan berani.

"Background dari keputusan ini adalah memang ingin menumbuhkan portfolio kecil dan menengah. Maka didorong dengan insentif suku bunga," ungkapnya dalam konferensi pers di Gedung BRI, Jakarta, Jumat (22/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sunarso menyampaikan, realisasi kredit di sektor UKM pada 2015 lalu mencapai Rp 134,7 triliun. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, pertumbuhannya berada pada kisaran 4-6% (year on year).

Menurutnya porsi kredit di sektor tersebut masih cukup rendah dibandingkan dengan mikro dan komersial. Sehingga ketika suku bunga dipangkas, maka pengaruh terhadap neraca keuangan bank di akhir tahun.

"Portofolio kita paling besar adalah mikro dan komersial," tegasnya.

Sunarso menargetkan pertumbuhan kredit UKM bisa mencapai 10-13%. Seiring dengan kebutuhan yang sangat tinggi oleh masyarakat. "Kita optimis target bisa 10-13%," imbuhnya.

Nominal kredit yang bisa didapatkan UKM adalah mulai dari Rp 1 miliar sampai dengan Rp 50 miliar. Rinciannya untuk level kecil Rp 1 miliar-Rp 5 miliar, sedangkan level menengah Rp 6 miliar - Rp 50 miliar. "Jadi ini kan Rp 1 miliar-Rp 50 miliar," terangnya.

Sunarso memastikan, penerima kredit harus memiliki risiko yang rendah . Di antaranya memiliki kelompok resmi dan terintegrasi dengan industri pada level yang lebih tinggi. Agar bisa menghindari risiko kredit macet.

"UKM yang tak punya akses yang baik terhadap informasi dan  pasar maka tidak akan diberikan," paparnya.

Segmen yang memenuhi komponen tersebut yakni makanan dan minuman, kesehatan, pendidikan dan perdagangan (distribusi). Dalam catatan 2015, posisi NPL atau kredit bermasalah masih terjaga cukup baik, yakni sekitar 2,5%.

"Kita tidak akan mengabaikan prinsip prudential banking," tegas Sunarso. (mkl/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads