Pengurangan kebutuhan modal inti tersebut mengacu pada efisiensi NIM (Net Interest Margin) dan BOPO (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional). Nelson menjelaskan, intinya kalau NIM Bank itu lebih kecil dari 4.5% dan BOPO nya berada pada level tertentu, untuk BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha) I dan II misalnya lebih kecil dari 85%, dan BUKU III lebih kecil dr 75% dan BUKU IV lebih kecil dari 70%, maka bank seperti ini dapat insentif berupa pengurangan kebutuhan modal inti tambahan untuk membuka jaringan kantor cabangnya.
"Pengurangan ini bervariasi, semakin dia efisien, artinya semakin NIM dan BOPO nya kecil, maka dia bisa jadi tidak memerlukan tambahan modal inti untuk membuka kantor cabang. Artinya bank ini betul-betul sudah sangat efisien ini," terang Nelson di kantor OJK, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita anggap bank seperti ini berada pada kondisi normal. Kita berharap bank yang lebih efisien dari ini sebaiknya. Makanya dia dapat insentif tadi seperti yang saya sampaikan yang pertama," terang Nelson.
Sedangkan bagi bank yang memiliki BOPO dan NIM yang lebih tinggi dari ketentuan tersebut maka OJK akan mengirim tim supervisi untuk mengecek
"Ada supervisor reaction, artinya pengawas akan mengundang bank nya untuk mendiskusikan ini ada masalah apa kok bisa belum mencapai efisiensi yg kita harapkan. Langkahnya seperti apa supervisor reaction ini? Tergantung dari kasusnya. Nanti pengawas akan mengidentifikasi dan akan menentukan kira-kira seperti apa langkah lanjut untuk bank yg kita nilai belum efisien," tutur Nelson.
Nelson menambahkan, OJK berharap dengan adanya insentif tersebut pihak bank berlomba untuk menjadi lebih efisien.
"Kita berharap bank-bank akan berlomba untuk menjadi efisien sehingga dia akan dapat kemudahan dalam membuka jaringan kantor cabang, karenamodal inti yang diperlukan bisa lebih kecil dari yang normalnya," pungkas Nelson. (hns/ang)











































