Namun, gadai online belum memiliki payung hukum sampai saat ini. Pendiri sekaligus CEO Pinjam.co.id, Teguh Ariwibowo, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menyusun regulasi untuk gadai online.
"Terkait izin, kami secara aktif ada di asosiasi Financial Technology (FinTech), jadi anggota di asosiasi FinTech. Kami enforce OJK soal aturannya. Kami teknologi untuk layanan jasa keuangan online. Tapi FinTech belum ada regulasinya," ujar Teguh dalam diskusi dengan media di Pacific Place, Jakarta, Rabu (1/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami di bawah pengawasan OJK. Legal standarnya gadai, mereka (OJK) lagi menyusun Peraturan OJK tentang gadai swasta. Begitu ada, kami siap comply. Jangan sampai semua bisa bikin situs seperti FinTech tapi abal-abal," katanya.
Saat ini Pinjam.co.id berstatus perseroan terbatas. Perlu ada kejelasan aturan agar bisnis ini bisa berkelanjutan. "Niat kami sustainability. Kalau sudah ada regulasinya, kami siap comply. Sekarang kami pakai private limited. Kami perlu diregulasi secara cepat oleh OJK," tukas dia.
Bunga pinjaman Pinjam.co.id saat ini ditetapkan sebesar 0,7% per minggu, lebih rendah dibanding rata-rata bunga gadai swasta konvensional. Sedangkan gadai biasa sekitar 2% per 2 minggu, gadai BUMN sekitar 1% per 2 minggu.
Untuk penyelesaian permasalahan dengan customer, Pinjam.co.id merujuk pada perjanjian akad gadai yang ditandatangani bersama dengan customer saat transaksi.
"Kita pakai perjanjian, ada akad gadai, kita merujuk ke sana. Akad bisa menjadi sah seperti Undang Undang. Customer kami sadar bahwa mereka melakukan transaksi. Kami juga melihat perlindungan data mereka, risiko,dan sebagainya," tutupnya.
Usulan ke OJK
Teguh memberi beberapa masukan kepada OJK untuk penyusunan regulasi gadai online. Ada 2 hal utama yang perlu diatur untuk gadai online, yaitu teknologinya dan bisnis gadainya.
Soal bisnis gadai, gadai online termasuk gadai swasta. Teguh menyarankan agar OJK mengatur secara khusus wilayah usaha gadai online. Sebab, gadai online sangat memungkinkan untuk menjangkau seluruh Indonesia, sebaiknya tidak dibatasi wilayahnya.
"Pertama terkait FinTech (Financial Technology) itu sendiri, dan yang kedua terkait gadai swasta. Terkait gadai swasta, memang sudah boleh perusahaan terbatas melakukan gadai swasta. Yang kami suggest adalah terkait pembatasan wilayah, kalau kami mau berekspansi nasional terhambat," ujar Teguh.
Kemudian aturan soal modal minimum sebesar Rp 50 miliar untuk gadai swasta, menurut Teguh, sudah cukup ideal. "Terkait modal minimum, kita sudah nggak ada masalah. Menurut kami malah perlu dinaikan supaya barrier to entry-nya lebih tinggi, supaya nggak semua orang bisa bikin company yang bisnisnya financial service," ucapnya.
Lalu terkait teknologi yang digunakan, harus diatur dengan tegas soal perlindungan data customer. "Kalau untuk FinTech, kami setuju dengan customer protection. Jadi, OJK melihat perlindungan data terhadap customer menjadi fokus utama. Perlu adanya struktur tim yang jelas, kita harus bisa bikin teknologi yang nggak gampang di-hack," papar Teguh.
"Kita nggak bisa sewenang-wenang membuka data customer atau menjualnya kepada pihak lain. Itu nggak bisa, data customer adalah privasi yang harus dijaga," dia mengimbuhkan.
Payung hukum untuk bisnis gadai online, sebab bisnis ini terus berkembang dan perlu aturan main agar tak timbul masalah di kemudian hari. "Kami bisnis teknologi, mata uang di bisnis ini adalah trust dari customer. Sekarang kami punya anggota hampir 7.000, transaksi per hari belasan juta rupiah," tutupnya. (hns/hns)











































