Agus Martowardojo: BI Bukan Warisan Bank Kolonial

Agus Martowardojo: BI Bukan Warisan Bank Kolonial

Maikel Jefriando - detikFinance
Selasa, 09 Agu 2016 12:00 WIB
Foto: Maikel Jefriando
Jakarta - Bank Indonesia (BI) merupakan bank sentral yang resmi berdiri sejak 1953. Pada 1 Juli 2016, BI merayakan hari ulang tahun yang ke-63.

Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, sejarah bank sentral memang sudah tertulis dalam berbagai buku. Akan tetapi banyak yang sebenarnya belum dipahami dengan tepat.

"BI bukan merupakan warisan bank kolonial, namun didirikan dengan berpedoman pada praktik yang lazim digunakan oleh dunia internasional. Proses perjuangan yang telah melahirkan BI," terang Agus dalam bedah buku 'Perjuangan Mendirikan Bank Sentral Indonesia' di kantor pusat BI, Jakarta, Selasa (9/8/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Didirikannya bank sentral, kata Agus, merupakan langkah pasti untuk menuju kedaulatan ekonomi. Agus menceritakan, meskipun diresmikan 1 Juli 1953, sejarah bank sentral sudah dimulai sejak 1828, ketika masa penjajahan Belanda di Indonesia.

Periode itu merupakan lahirnya De Javasche Bank sebagai bank sirkulasi di Hindia Belanda. Bank tersebut mampu beroperasi sampai dengan 1 abad lebih.

"Dalam catatan sejarah De Javasche Bank melakukan fungsi sebagai bank sirkulasi sekaligus komersial. De Javasche bank memiliki hak istimewa diberikan oleh pemerintah kerajaan Belanda untuk mencetak uang Hindia Belanda untuk membantu kedaulatan ekonomi Hindia Belanda," jelasnya.

De Javasche Bank juga mendirikan beberapa kantor cabang. Mulai dari Surabaya, Padang, Makassar, Cirebon dan terakhir adalah Madiun pada1928. Pembukaan kantor cabang tersebut selain didasarkan pada alasan ekonomi juga didasarkan pada alasan politis untuk memperkuat pengaruh Belanda pada wilayah-wilayah tersebut.

"Selain itu De Javasche Bank itu juga aktif mengontrol dan mewajibkan pemakaian mata uang Gulden Hindia Belanda menjadi satu-satunya alat pembayaran yang sah," terang Agus.

Saat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, De Javasche Bank mendapat tekanan pasca rupiah mulai diedarkan. Pemerintah melalui Presiden Soekarno menegaskan bahwa rupiah adalah mata uang yang sah.

"Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa rupiah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. Selain itu, situasi ekonomi yang kacau pada awal kemerdekaan memunculkan desakan pada pemerintah Indonesia agar mendirikan bank sentral memiliki fungsi seperti De Javasche Bank," paparnya.

Indonesia harus memiliki satu mata uang yang sah untuk menunjukkan identitas yang berdaulat. Presiden Soekarno selanjutnya memberikan mandat untuk mendirikan bank yang diberi nama BNI, tahun 1946.

"Dalam perkembangannya BNI 46 mengalami kendala sehingga saat awal ada tantangan keterbatasan SDM, sarana dan prasarana serta ketidakstabilan politik. Hal itu sulit bagi BNI untuk menjadi bank sirkulasi secara utuh," tukasnya. (mkl/drk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads