Kepada detikFinance, Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, ada sejumlah aspek yang mempengaruhi kecepatan bank merespons 7 days reverse repo rate dalam bentuk penurunan suku bunga.
"Pertama, bagaimana tingkat likuiditas bank itu sendiri, dan kedua perilaku deposan," kata dia melalui sambungan telepon, kamis (18/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bank yang punya likuiditas terbatas tentu harus memenuhi kebutuhan dana segarnya agar tetap mencukupi kebutuhan pembiayaan yang dilakukan bank yang bersangkutan. Caranya bisa dengan melakukan pinjaman antar bank atau meminjam ke Bank Indonesia (BI).
"Pinjaman itu kan ada cost, karena ketika dia mengembalikan, ada bunga di sana yang juga harus dihitung," jelas dia.
Perilaku deposan, sambung Andry, menjadi faktor kedua yang turut memengaruhi efektivitas suku bunga acuan baru 7 days reverse repo rate.
Sumber dana segar perbankan, jelas dia, salah satunya diperoleh dari dana pihak ketiga dalam bentuk simpanan deposito.
"Bagaimana deposannya? Kalau jatuh tempo simpanannya belum datang, tapi suku bunga mereka diturunkan tiba-tiba, tentu mereka nggak mau. Jadi harus dicermati perilaku deposan, dan komposisi jatuh tempo depositonya," kata dia.
Menjawab seberapa cepat acuan baru 7 days reverse repo rate direpons bank, kata Andry akan sangat tergantung pada dua hal tersebut.
"Logikanya akan lebih cepat. Tapi seberapa lebih cepatnya? Kita harus teliti lagi, dan itu sangat tergantung pada likuiditas bank dan perilaku deposan tadi," pungkas dia.
Saat ini, BI masih memakai suku bunga acuan BI Rate sebesar 6,5%. Penggantinya nanti, 7 days repo rate berada di 5,25%.
Secara teori, bunga simpanan perbankan bisa turun setelah perubahan suku bunga acuan ini karena ongkos transaksi antar bank semakin murah. Jika bunga simpanan turun, maka bunga kredit pun bisa turun. (dna/ang)











































