BI Pangkas 7 Days Repo Rate, Ekonom: Sesuai Ekspektasi Pasar

BI Pangkas 7 Days Repo Rate, Ekonom: Sesuai Ekspektasi Pasar

Maikel Jefriando - detikFinance
Sabtu, 22 Okt 2016 09:28 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga kebijakan (7-days reverse repo rate) sebesar 25bps menjadi 4, 75%. Tingkat deposit facility dipotong sebesar 25bps menjadi 4, 00%, dan fasilitas pinjaman yang sama diturunkan: oleh 25bps menjadi 5, 50%. Langkah ini sejalan dengan ekspektasi Bank CIMB Niaga.

Risiko ekonomi telah condong ke arah pertumbuhan ekonomi. Dalam rilisnya, BI juga mengantisipasi bahwa 3Q2016 PDB akan lebih lemah dari yang diperkirakan sehingga memunculkan kemungkinan pertumbuhan PDB 2016 akan berkisar pada angka 5% yoy.

"Penurunan suku bunga ini dipandang sebagai pernyataan implisit otoritas moneter bahwa risiko terhadap perekonomian saat ini lebih ke arah lemahnya pertumbuhan ekonomi, ketimbang risiko inflasi atau pelemahan rupiah," ujar Adrian Panggabean, Chief Economist CIMB kepada detikFinance, Sabtu (22/10/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Bank Indonesia dipandang sebagai merespons positif terhadap ekspektasi pasar – yang disampaikan lewat bentuk kurva imbal hasil di pasar obligasi. Sejak September 2015 tidak hanya yield telah turun di semua tenor, tetapi juga bentuk kurva imbal hasil telah menjadi lebih datar.

"Selain itu, struktur imbal hasil antar-tenor di pasar obligasi telah menjadi lebih sempit, sehingga menimbulkan ekspektasi akan rendahnya inflasi dan lambatnya pertumbuhan ekonomi ke depannya," lanjut Adrian.

Suku bunga pinjaman diperkirakan akan turun dan diharapkan dapat memicu pertumbuhan kredit, meskipun secara bertahap. Sementara spread antara pinjaman dan fasilitas deposit tetap di angka 150bps, pemotongan suku bunga kebijakan diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit antara 50-75bps, yang mana besarannya akan bervariasi antara bank ke bank.

Pada saat itu, debitur akan mulai melihat sinyal bahwa biaya modal mereka menjadi relatif rendah dibandingkan prospek laba, yang pada gilirannya akan memicu pertumbuhan kredit. Pada tahun 2017 pertumbuhan laba diperkirakan berada di kisaran 8-10%.

Apa selanjutnya? Saat ini pelaku pasar berharap otoritas keuangan (OJK dan Bank Indonesia) akan mengintrodusir kebijakan non-harga untuk membantu industri perbankan meningkatkan kinerja transmisi moneter. Fungsi intermediasi perbankan saat ini terkendala oleh fragmentasi likuiditas, tingginya NPL (Non Performing Loan/ kredit bermasalah), volume transaksi yang lebih rendah (karena konsumen lebih berhemat), dan pertumbuhan kredit yang semakin melambat. (hns/hns)

Hide Ads