Risiko ekonomi telah condong ke arah pertumbuhan ekonomi. Dalam rilisnya, BI juga mengantisipasi bahwa 3Q2016 PDB akan lebih lemah dari yang diperkirakan sehingga memunculkan kemungkinan pertumbuhan PDB 2016 akan berkisar pada angka 5% yoy.
"Penurunan suku bunga ini dipandang sebagai pernyataan implisit otoritas moneter bahwa risiko terhadap perekonomian saat ini lebih ke arah lemahnya pertumbuhan ekonomi, ketimbang risiko inflasi atau pelemahan rupiah," ujar Adrian Panggabean, Chief Economist CIMB kepada detikFinance, Sabtu (22/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selain itu, struktur imbal hasil antar-tenor di pasar obligasi telah menjadi lebih sempit, sehingga menimbulkan ekspektasi akan rendahnya inflasi dan lambatnya pertumbuhan ekonomi ke depannya," lanjut Adrian.
Suku bunga pinjaman diperkirakan akan turun dan diharapkan dapat memicu pertumbuhan kredit, meskipun secara bertahap. Sementara spread antara pinjaman dan fasilitas deposit tetap di angka 150bps, pemotongan suku bunga kebijakan diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit antara 50-75bps, yang mana besarannya akan bervariasi antara bank ke bank.
Pada saat itu, debitur akan mulai melihat sinyal bahwa biaya modal mereka menjadi relatif rendah dibandingkan prospek laba, yang pada gilirannya akan memicu pertumbuhan kredit. Pada tahun 2017 pertumbuhan laba diperkirakan berada di kisaran 8-10%.
Apa selanjutnya? Saat ini pelaku pasar berharap otoritas keuangan (OJK dan Bank Indonesia) akan mengintrodusir kebijakan non-harga untuk membantu industri perbankan meningkatkan kinerja transmisi moneter. Fungsi intermediasi perbankan saat ini terkendala oleh fragmentasi likuiditas, tingginya NPL (Non Performing Loan/ kredit bermasalah), volume transaksi yang lebih rendah (karena konsumen lebih berhemat), dan pertumbuhan kredit yang semakin melambat. (hns/hns)