Ini Penyebab Penggunaan Uang Elektronik di RI Masih Rendah

Ini Penyebab Penggunaan Uang Elektronik di RI Masih Rendah

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 01 Nov 2016 13:37 WIB
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Selain kemudahan transaksi, ada aspek efisiensi dan transparansi yang bisa didapatkan melalui penggunaan uang elektronik (e-money). Transaksi non tunai mengurangi kebutuhan terhadap uang tunai yang pengelolaannya membutuhkan biaya dan energi yang besar.

Namun ternyata, selama ini bank-bank yang menerbitkan kartu uang elektronik ini masih belum memiliki untung. Pasalnya, bank tidak dapat mengolah kembali uang yang telah diisi ke dalam kartu elektronik tersebut.

"Ini uang fisik kita, bentuknya kartu. Jadi bank ada effort bikin kartu, bikin sistem untuk belanja. Tapi belum ada untungnya bagi bank. Bank tidak bisa diputar duitnya, karena itu dianggap kewajiban sebagai duit yang harus bisa segera ditarik oleh masyarakat. Itu kesulitan bagi bank," papar Deputi Direktur Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia, Ricky Satria dalam acara seminar Tren Penggunaan dan Peluang Bisnis Uang Elektronik di Ritz Carlton Hotel Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (1/11/16).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, bank diimbau melakukan berbagai inovasi agar bisa mengintegrasikan layanan ini dengan sejumlah produk yang dimiliki oleh bank tersebut, seiring dengan akan semakin bertambahnya penggunaan uang elektronik seiring gencarnya Gerakan Transaksi Non Tunai yang diusung pemerintah.

"Makanya dia (bank) garap market ini agar lebih banyak, dia nanti ada value lain yang akan ditambahkan. Misalkan transaksinya bisa di-capture, who knows nanti bisa dikasih tambahan buat light credit, atau pembukaan tabungan, kartu kredit dan lain-lain," katanya.

Bank Indonesia terus mendorong tumbuhnya penggunaan uang elektronik di masyarakat. Ke depan, wilayah-wilayah timur akan didorong melakukan transaksi elektronik ini, karena memiliki potensi pasar untuk penggunaan uang elektronik untuk transportasi, bantuan sosial, belanja, dan pendidikan.

"Sumatera dan Jawa marketnya sudah besar. Yang mulai agak cepat itu di Sulawesi. Karena banyak pemain yang sudah melihat marketnya ini eksotik, karena sudah mulai mengerti. Pasarnya transportasi dan belanja. Seperti di Alfamart atau Chainstore. Sekarang tantangannya bagaimana mengubah mindset masyarakatnya yang kalau nggak pegang uang itu nggak komplit," tukasnya. (drk/drk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads