Adapun penurunan laba yang dialami oleh emiten berkode saham BNLI tersebut guna menutupi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang meningkat menjadi 4,9% hingga triwulan III-2016.
Namun ternyata, salah satu pemegang saham Bank Permata yakni PT Astra International Tbk (ASII), menegaskan tidak memiliki rencana untuk melepas saham salah satu grup keuangannya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tidak memiliki rencana untuk menambah maupun mengurangi kepemilikan saham di Bank Permata. Yang jelas, kami terus support Bank Permata, dan percaya kepada para manajemennya," ujar dia dalam Workshop Wartawan Pasar Modal di R Hotel, Ciawi, Bogor, Jumat (4/11/2016).
Namun demikian, dirinya tak bisa memastikan apakah akan ada tambahan modal baru atau tidak bagi Bank Permata. Apalagi, tahun ini Bank Permata baru menyelesaikan rights issue senilai Rp 5 triliun dan diserap seluruhnya oleh para pemegang saham.
"Sejauh ini rencana kita, kita mendukung upaya manajemen mengelola risk supaya lebih baik, dibetulin lagi dalam meningkatkan pertumbuhan pinjaman. Kita kan pemegang saham posisinya, sehingga tidak bisa terlibat dalam operasi bank. Tugas kita adalah bersama Standard Chartered, kita mendukung apa yang dilakukan manajemen untuk menyehatkan kembali bank. Kapan pofit, kapan NPL turun itu saya tidak bisa jawab," katanya.
Sebagai catatan, per Oktober 2016 sebanyak 44,56% saham Bank Permata dipegang oleh Astra dan porsi yang sama juga dipegang oleh Standard Chartered Bank yang berbasis di London. Sementara itu, publik memegang 10,88% sisanya.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Bank Permata Julian Loong Choon Fong menambahkan, perseroan tak hanya akan memperbaiki kinerja keuangan ke depannya.
"Khususnya memperbaiki kredit bermasalah, bersamaan dengan terus meningkatkan catatan pendapatan fee based income," ungkap Julian.
Sebagai informasi, hingga September 2016 pendapatan bunga bersih Bank Permata juga turun 4,49% yoy menjadi Rp 4,6 triliun. Sedangkan beban operasional bank naik cukup besar sebesar 69,27% yoy menjadi Rp 6,29 triliun.
Alokasi dana untuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) juga cukup besar Rp 5,31 triliun atau naik dari tahun lalu sebesar 89,31% yoy. Pencadangan ini karena NPL yang naik 94,4bps yoy menjadi 4,9%. (drk/drk)











































