AIRM adalah wadah pertemuan tahunan para regulator pengawas industri asuransi di ASEAN untuk saling bertukar pikiran dan informasi dalam rangka pengembangan dan penguatan pengawasan industri asuransi di kawasan ASEAN.
Penyelenggaraan kegiatan AIRM umumnya dilaksanakan bersamaan dengan pertemuan ASEAN Insurance Council (AIC), dan kegiatan tahunan AIC lainnya. Kemudian rangkaian acara AIRM umumnya diakhiri dengan Joint Plenary Meeting, yaitu pertemuan gabungan antara AIRM, AIC, dan forum pertemuan lainnya.
Pada AIRM ke-19, para regulator industri asuransi di ASEAN akan membahas beberapa topik antara lain:
- Arah kebijakan mengenai pengaturan terkait industri asuransi
- Perkembangan statistik industri asuransi di ASEAN
- Pelaksanaan Insurance Core Principle (ICPs),
- Integrasi industri asuransi di ASEAN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan kondisi tersebut, regulator dan pelaku usaha harus bisa membangun integrasi industri asuransi di ASEAN untuk bersama-sama memajukan pertumbuhan ekonomi di kawasan," katanya.
Data OJK menyebutkan, pertumbuhan industri asuransi pada 2015 secara global cenderung melambat dibanding 2014. Industri asuransi jiwa secara global mengalami pertumbuhan sebesar 3,3% (2014 sebesar 4,7%), sedangkan industri asuransi umum mengalami pertumbuhan sebesar 2,5% (2014 sebesar 2,8%).
Pertumbuhan tersebut didukung peningkatan jumlah pelaku usaha industri asuransi di ASEAN pada 2015 dengan total 509 perusahaan asuransi, meningkat dari tahun 2014 yaitu sebanyak 483 perusahaan.
Data tahun 2015, dari sisi bisnis Industri Asuransi di ASEAN, asuransi umum masih memegang proporsi paling besar yaitu 63% diikuti oleh asuransi jiwa (22%), professional reinsurers (9%), composite insurance (5%), dan badan usaha milik negara (1%).
Dari sisi aset, total aset industri asuransi di ASEAN mencapai US$ 388,1 miliar dengan kontribusi asuransi jiwa memegang 83% dari total aset tersebut atau mencapai US$ 322 miliar.
Sedangkan industri asuransi umum memiliki total aset US$ 66,1 miliar atau sebesar 17% dari total aset. Industri Asuransi di Singapura dengan total aset US$ 148,84 miliar memiliki proporsi terbesar dari total aset di ASEAN diikuti oleh Thailand (US$ 83,95 miliar) dan Malaysia (US$ 55,70 miliar). Indonesia sendiri berada di posisi ke-4 yaitu sebesar US$ 45,42 miliar.
Sejalan dengan peningkatan tersebut, total pendapatan premi industri asuransi di ASEAN pada 2015 mencapai US$ 87,9 miliar atau meningkat 8,1% dari tahun sebelumnya.
Singapura berada di urutan nomor 1 dalam pendapatan premi industri asuransi di ASEAN dengan total US$ 24,2 miliar diikuti oleh Thailand sebesar US$ 19,1 miliar, dan Indonesia US$ 12,9 miliar. Peningkatan total pendapatan premi di Indonesia didukung dengan pertumbuhan industri asuransi syariah.
Industri asuransi di Indonesia saat ini masih didominasi industri asuransi umum sebanyak 80 perusahaan, lalu diikuti oleh industri asuransi jiwa sebanyak 55 perusahaan, industri reasuransi sebanyak 6 perusahaan, industri asuransi wajib 3 perusahaan, dan industri asuransi sosial sebanyak 2 perusahaan.
Total aset industri asuransi di Indonesia pada 2015 mencapai Rp 853,42 triliun dengan industri asuransi jiwa memiliki proporsi paling besar yaitu 44,29% yaitu sebesar Rp 378,03 triliun, diikuti oleh industri asuransi sosial Rp 226,92 triliun dan industri asuransi umum Rp 124,01 triliun.
Dibandingkan tahun 2014, total pendapatan premi Indonesia meningkat sebesar 19,5% atau mencapai Rp 247,29 triliun pada 2015. Dengan demikian, pada 2015 rasio penetrasi industri asuransi di Indonesia yang didapatkan dari rasio antara premi bruto dan Gross Premium Bruto (GDP) meningkat dari 2,35% menjadi 2,56%.
Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan premi bruto sekitar 18,6%. Apabila premi bruto tersebut dibandingkan dengan populasi Indonesia di tahun 2015 yang mencapai sekitar 255 juta orang, hal ini akan menghasilkan densitas asuransi sebesar Rp 1,159 juta.
Dengan kata lain, Indonesia merupakan salah satu pasar dari industri asuransi yang sangat potensial untuk berkembang. OJK selaku regulator industri asuransi di Indonesia juga akan berusaha untuk meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia dalam 3-4 tahun ke depan dengan cara memperluas akses publik kepada produk-produk asuransi, termasuk produk asuransi mikro.
Integrasi Sektor Asuransi di ASEAN 2025
Cetak biru dari The ASEAN Economic Community (AEC) 2025 telah dimulai pada November 2015 sebagai bagian dari The ASEAN 2025: Forging Ahead Together. Cetak biru AEC 2025 menekankan pada tiga tujuan strategis dalam Finance Sector Integration Vision for 2025 yaitu Integrasi Keuangan, Inklusi Keuangan, dan Stabilitas Keuangan.
Sebagai salah satu elemen krusial pada sektor keuangan, industri asuransi memegang peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan integrasi perekonomian dengan mendukung sektor riil, perdagangan, dan investasi.
Pada tahun ini, kegiatan AIRM diselenggarakan bersamaan dengan rapat Working Committee of Financial Service Liberalization (WC-FSL) dan ASEAN Insurance Forum (AIFo). WC-FSL adalah forum perundingan liberalisasi sektor jasa keuangan di kawasan ASEAN, sedangkan AIFo merupakan forum yang baru dibentuk dalam rangka percepatan integrasi industri asuransi di ASEAN.
Pertemuan AIFo bulan November 2016 di Yogyakarta akan menjadi pertemuan pertama dari forum tersebut. Selain itu, terdapat pertemuan lain yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian pelaksanaan AIRM ke-19 ini, antara lain ASEAN Events Cross-Sectoral Coordination Committee Meeting (ACSCC Meeting) on Disaster Risk Financing and Insurance (DRF ) serta ASEAN Insurance Summit (AIS). (wdl/drk)