Sri Mulyani Putus Kontrak JPMorgan, Darmin: Itu Langkah Baik

Sri Mulyani Putus Kontrak JPMorgan, Darmin: Itu Langkah Baik

Michael Agustinus - detikFinance
Selasa, 03 Jan 2017 10:25 WIB
Sri Mulyani Putus Kontrak JPMorgan, Darmin: Itu Langkah Baik
Foto: Dok. Reuters
Jakarta - Menko Perekonomian Darmin Nasution mendukung penuh keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memutuskan mengakhiri seluruh hubungan kemitraan dengan JPMorgan Chase Bank.

"Bahwa Kemenkeu mengambil langkah, itu baik," kata Darmin saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/1/2017).

Sama halnya dengan Sri Mulyani, Darmin juga merasa heran dengan hasil riset JPMorgan yang menurunkan peringkat surat utang atau obiligasi Indonesia hingga 2 tingkat dari overweight menjadi underweight.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, lembaga-pemeringkat utang lain, misalnya Fitch, menaikkan ranking Indonesia. "Yang namanya Fitch kan malah menaikkan, memperbaiki peringkat kita. Ini memang terlalu yang memberikan ranking, nggak tahu standarnya apa sebetulnya," ucapnya.

Menurut Darmin, perekonomian Indonesia saat ini stabil dan berada dalam kondisi baik. Hasil riset JPMorgan harus dipertanggungjawabkan kebenarannya.

"Kita baik-baik saja dalam penilaian para analis. Kalau ada komentar-komentar dan riset yang mengatakan sebaliknya, memang hak mereka, tapi harus ada pertanggungjawaban mengenai kebenarannya," tandasnya.

Sebagai informasi, JPMorgan Chase Bank harus menerima konsekuensi atas riset tentang kondisi perekonomian Indonesia beberapa waktu lalu. Sri Mulyani memutuskan mengakhiri seluruh hubungan kemitraan dengan JP Morgan.

Berdasarkan dokumen yang diterima detikFinance, Selasa (3/1/2017), JPMorgan mengeluarkan riset berjudul 'Trump Forces Tactical Changes' pada 13 November 2016. Riset ini ditujukan kepada para investor JPMorgan.

JPMorgan mengawali paparan dalam riset itu dengan menjelaskan efek terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Ini membuat pasar keuangan dunia bergejolak, terutama negara-negara berkembang.

Imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun bergerak cepat dari 1,85% menjadi 2,15%. Sehingga meningkatkan risiko atas negara berkembang seperti Brasil, Indonesia, Turki dan lainnya.

JPMorgan kemudian memangkas peringkat surat utang atau obligasi beberapa negara. Brasil turun satu peringkat dari overweightmenjadi netral. Begitu juga Turki, dari netral ke underweight akibat adanya gejolak politik yang cukup serius.

Indonesia juga dianggap berada dalam posisi cukup buruk, yakni dari overweight menjadi underweight atau turun dua peringkat. Malaysia dan Rusia bahkan dinaikkan peringkatnya menjadi overweight. Afrika Selatan tetap dalam posisi netral.

Sebagai penjelasan, overweight artinya adalah selama 6 hingga 12 ke depan, pasar keuangan akan bergerak di atas rata-rata ekspektasi dari para analis. Netral artinya dalam rentang yang sama, pergerakannya sesuai espektasi. Sedangkan underweight artinya di bawah espektasi atau diperkirakan lebih buruk.

Atas peringkat Indonesia yang turun drastis, maka JPMorgan menyarankan agar investor untuk berpikir membeli surat utang dari negara lain yang lebih baik.

Riset tersebut kemudian direspons oleh Sri Mulyani lewat surat Menteri Keuangan Nomor S-1006/MK.08/2016 tanggal 17 November 2016. Dalam surat itu, Sri Mulyani menyatakan, riset berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional. (mca/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads