Salah seorang undangan mengusulkan agar redenominasi rupiah bisa masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. Sehingga redenominasi bisa segera direalisasikan.
Menjawab pertanyaan tersebut, JK mengungkapkan bahwa dirinya juga ingin nominal di mata uang rupiah lebih sederhana, yaitu dengan menghilangkan tiga nominal terakhir tanpa mengurangi nilai tukar mata uang tersebut. JK juga mengundang Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo untuk menjelaskan lebih dalam mengenai rencana redenominasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini perlu Gubernur BI soal redenominasi. Tentu kita tidak ingin (rupiah banyak nominal). Memang rupiah ini terkejut bayar orang Rp 100.000, padahal di luar hanya bayar 10 dolar AS," jelas JK di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (3/1/2016).
JK menambahkan, kebijakan redenominasi berbeda dengan sanering yang dilakukan pemerintah di era Presiden Soekarno. Redenominasi merupakan penyederhanaan nominal rupiah tanpa mengurangi nilai tukar rupiah. Sedangkan sanering merupakan pemotongan nilai rupiah karena terlalu banyak rupiah yang beredar.
Tentunya, penerapan redenominasi membutuhkan payung hukum yang kuat dengan dibuatnya undang-undang. Undang-undang redenominasi harus disetujui DPR sebelum diberlakukan secara resmi.
Selain itu, BI dan pemerintah juga harus melakukan berbagai sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penggunaan rupiah sebagai alat tukar.
"Sebenarnya bukan hal baru untuk itu, di tahun 1950an kita sanering potong uang. Di tahun 1969 juga kita begitu redenominasi dengan Perppu, sekarang lebih sopan pakai undang-undang. Ada persiapan supaya orang jangan panik," tutur JK. (ang/ang)











































