Peraturan ini sendiri telah berlaku sejak 1 Januari 2015. Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, BI mewajibkan perusahaan untuk mengatur beberapa indikator, di antaranya mewajibkan perusahaan yang memiliki utang luar negeri untuk mengasuransikan utangnya atau lindung nilai (hedging) minimum 25%, minimum 70% rasio likuiditas, dan minimum peringkat utang BB-.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, sejak 2017 ini BI mewajibkan perusahaan melakukan lindung nilai atas utangnya minimum 25% pada bank dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini sendiri dilakukan dalam rangka mendorong pasar keuangan perbankan domestik bisa lebih dalam, sehingga bisa lebih aktif dalam menjalankan perannya. Dody tak menampik, biaya yang dibutuhkan untuk lindung nilai pada bank domestik akan bisa lebih murah dibanding luar negeri.
"Keuntungannya kalau hedging di domestik, maka bank akan semakin dalam dan aktif. Jadi pada pendalaman pasar dan efisiensi domestik. Biayanya mungkin sama kayak kalau hedging ke luar negeri. Tapi di dalam negeri, agar hedging semakin dalam," tutur Dody.
Korporasi yang telah memenuhi kewajiban rasio lindung nilai untuk kewajiban valas hingga 3 bulan ke depan sebesar 89% dari korporasi yang melapor. Dan rasio lindung nilai untuk kewajiban valas 3-6 bulan sebesar 94%.
Sementara jumlah korporasi yang melakukan lindung nilai dengan perbankan dalam negeri juga terus tumbuh dan kini lebih banyak dibanding luar negeri. Hingga triwulan III 2016, 91,5% transaksi lindung nilai sudah dilakukan dengan perbankan dalam negeri.
BI sendiri yakin, perbankan nasional siap untuk melaksanakan transaksi lindung nilai (hedging) pada 2017. Saat ini, perbankan dalam negeri masih harus bekerja sama dengan bank-bank yang berada di luar negeri untuk melakukan hedging.
"Ini masalah akses ke pasar. Dalam dunia bisnis kan kalau selama ini mereka kostumer di bank itu, jadi wajar kalau mereka hedging di bank tersebut. Kewajiban kami tinggal siapkan instrumen beragam dan perdalam pasar," tukas Riza Tyas, Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi Moneter yang hadir dalam kesempatan yang sama.
Sejauh ini, BI masih memberikan kelonggaran bagi perusahaan-perusahaan milik negara maupun swasta untuk melakukan transaksi lindung nilai dengan bank yang berada di luar negeri. Aturan ini diperbolehkan hingga Juli 2017.
Kewajiban Peringkat Utang Swasta
Pada sisi lain tingkat kepatuhan kewajiban peringkat utang saat ini masih sebesar 27% dari total korporasi yang melakukan utang dalam bentuk valas.
"Implementasi credit rating masih ada room yang perlu diperkuat lagi dari sisi pelaporannya. Ada swasta yang pinjam ULN belum comply untuk meminta kredit rating kepada lembaga pemerintah. Rata-rata tingkat kepatuhannya baru 27%. Jadi sekitar 73% masih belum lakukan credit rating, padahal ini mandatori peraturannya yang tujuannya agar tidak overleverage," kata Dody.
Secara makro, pemeringkatan utang pada korporasi ini penting dalam rangka memitigasi risiko dari sisi leverage atau kegagalan bayar. Rating akan menilai itu semua, mulai dari kemampuan debitur hingga surat utangnya layak atau tidak.
"Kalau syarat minimumnya BB- harusnya enggak terlalu tinggi, lalu akhirnya bisa menggagalkan debitur untuk dapat utang. Jadi ini konteks moderat supaya mereka bisa dapat pinjaman. Kalau ratingnya dibawah BB- maka risikonya tinggi, pengalaman krisis juga begitu," Riza Tyas, Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi Moneter yang hadir dalam kesempatan yang sama.
Riza menambahkan, pihaknya memang belum terlalu banyak mensosialisasikan hal ini kepada korporasi.
"Jadi sosialisasinya memang belum optimal. Tahun ini kami akan optimalkan. Ini baru pembukaan awal untuk sosialisasikan kewajiban rating. Dalam praktik internasional, itu bukan hal asing bagi debitur. Untuk sekuritas atau menerbitkan surat utang pasti ada syarat rating, nah ini kami perluas, jadi bukan hanya soal penerbitan surat utang tapi juga jenis utang lain di luar surat utang seperti loan," tambahnya.
Untuk itu, para korporasi yang belum melakukan pemeringkatan utang diharapkan dapat segera melakukannya. Pasalnya, BI akan memberikan surat rekomendasi kepada otoritas terkait agar melakukan teguran kepada perusahaan yang belum melakukan pemeringkatan utang tersebut.
"Saya yakin ini akan naik (credit rating). Karena kalau tidak dilakukan, akan dapat teguran yang kami alamatkan kepada pihak yang terkait dengan debitur. Atau kami mintakan ke otoritas terkait, seperti OJK, Kementerian BUMN, kalau itu menyangkut debitur BUMN. Itu suatu catatan yang kurang baik bagi perusahaannya," pungkasnya.
(mkj/mkj)