Corporate Secretary BNI Ryan Kiryanto mengungkapkan, hingga 28 Februari 2017 penyaluran KUR BNI sudah mencapai Rp 450 miliar. Dana tersebut disalurkan kepada 2.765 debitur.
"Kebayang sebanyak itu debiturnya, masing-masing dapatnya paling Rp 50-500 juta. Ini kelas KUR," tuturnya di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar, Jumat (24/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara industri pada 2015 hampir 70% itu ke perdagangan. Sekarang sudah berkurang sekitar 65%. Nah sekarang kita sedang arahkan KUR kita tidak melulu ke perdagangan. Tapi sesuai namanya kredit usaha, jadi betul-betul ke sektor ekonomi yang produktif," imbuhnya.
Namun pihaknya belum bisa menentukan target berapa porsi penyaluran KUR ke sektor produktif tahun ini. Namun Ryan memastikan bahwa sektor perdagangan penyalurannya akan semakin dipersempit
"Kan masih kecil. Dari Rp 12 triliun baru tersalurkan Rp 450 miliar, sama dengan 3,75%. Ruangnya masih besar, tapi kalua sudah mendekati 60% untuk perdagangan kita stop dulu. Itu taktik saja," terangnya.
Menurut Ryan, penyaluran KUR ke sektor produktif memang tidak semudah ke sektor perdagangan. Sebab sektor produktif lebih sulit ketika melakukan pendataan sebelum menyalurkan kreditnya.
"Paling mudah biayai perdagangan. Kamu usaha apa? Warteg, stoknya apa? Beras, ini, itu, gampang dihitung. Tapi kalau sebuah pabrik kecil atau UD, itu kan hitungnya agak ribet. Paling gampang perdagangan, tapi enggak boleh karena multiplier effect-nya minim," tukasnya.
Sementara dari sisi rasio kredit bermasala KUR di BNI menurut Ryan masih terhitung rendah yakni sekitar 3%. Sebab tingkat kolektabilitas KUR di 2016 mencapai 97%.
"Tapi NPL KUR sebenarnya tidak perlu khawatir. Karena sebagian besar kan di-cover asuransi. Jadi KUR itu barang yang menarik untuk create profit. Bunga KUR itu 9%, tapi sesungguhnya bunganya itu 13%, yang 4% disubsidi, jadi menguntungkan," pungkasnya.
BNI menjadi salah satu dari 23 pelaku industri keuangan yang tergabung dalam program Akselerasi, Sinergi dan Inklusi (Aksi) Pangan. Program tersebut digagas langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ryan mengatakan, pihaknya menyambut baik ajakan OJK untuk bergabung dalam program Aksi Pangan. Sebab menurutnya sektor pangan sebenarnya memiliki potensi yang besar.
"Ingat Indonesia punya penduduk 250 juta, itu semua butuh makankan. Peluangnya besar," tuturnya.
Selain itu menurut Ryan sektor pangan juga memiliki dampak yang sangat luas. Jika pembiayaan di sektor pangan digenjot, maka produksi akan meningkat sehingga harga akan stabil. Jika harga pangan stabil maka akan menekan laju inflasi.
"Bobot terbesar inflasi kita itu karena pangan. Mulai dari cabai, sembako dan lain-lain. Itu semua berdampak negatif pada inflasi," imbuhnya.
Lalu, lanjur Ryan, jika inflasi terkendali maka suku bunga acuan Bank Indonesia yang saat ini bernama BI 7-day's Repo Rate bisa ditahan. Hal itu juga menjadi keuntungan bagi perbankan.
"Suku bunga yang rendah akan memacu demand kredit jadi lebih baik lagi. Nah perbankan sirkulasinya lebih luas," terangnya.
Tidak hanya itu, menurut Ryan program Aksi Pangan juga maka akan menaikkan Nilai Tukar Petani (NTP). Sebab menurut Badan Pusat Statistik (BPS) NTP nasional di Januari 2017 sebesar 100,91, angka itu turun 0,56% dibandingkan Desember 2016.
NTP turun lantaran kenaikan indeks harga yang harus dibayar petani naik 0,71%, lebih tinggi dibanding kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 0,15%.
"Jadi yang menikmati petani juga. Selama ini petani punya komoditas mereka jualnya murah. Kalau begitu nanti yang menikmati bisa tengkulak," pungkasnya. (ang/ang)











































