Demikian diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, di kantor pusat BI, Jakarta, (7/4/2017).
"Year to date (ytd) sampai 5 April masuk ke pasar keuangan Rp 79,1 triliun. Itu terdiri dari Rp 62,1 triliun masuk ke pasar SBN. Yang masuk ke saham Rp 9,7 triliun. Yang masuk ke instrumen BI, seperti SBI, Rp 5,7 triliun," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di 2016, yang masuk ke pasar SBN Rp 53,4 triliun, yang masuk ke pasar saham Rp 4,7 triliun. Jadi sudah lebih besar. Yang masuk ke instrumen BI Rp 2,3 triliun," kata Mirza.
Artinya, Indonesia tetap menjadi pilihan bagi para pemilik modal di tengah ketidakpastian global. Nilai tukar rupiah terjaga stabil dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melanju di zona hijau.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tinggi meski sedikit di bawah 5%. Kemudian ada deflasi pada Maret 2017 dan cadangan devisa juga cukup untuk memenuhi kebutuhan.
"Ini tunjukkan bahwa optimisme kepada emerging market termasuk indonesia masih baik," jelasnya.
Mirza coba bandingkan dengan negara berkembang lain seperti Afrika Selatan (Afsel), Turki, dan Meksiko yang kondisi pasar keuangannya negatif. Khusus untul Afsel cukup buruk pasca pergantian Menteri Keuangan secara mendadak.
"Kemudian Meksiko sudah menaikkan suku bunga 5 kali," imbuhnya. (mkj/dnl)











































