Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaadmadja mengungkapkan, pencegahan krisis dari regulator harus ditingkatkan yang dalam hal ini sudah dilakukan dengan hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dengan hadirnya LPS, diharapkan simpanan nasabah di bawah Rp 2 miliar akan terjaga dengan baik.
Selain itu, masalah yang dihadapi bank saat ini adalah tingginya pinjaman dalam bentuk valuta asing (valas). Hal ini dikhawatirkan menjadi ancaman bank saat terjadi krisis. Jahja menyarankan agar ada aturan khusus yang membatasi pemberian kredit valas dari bank ke nasabah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dari sisi penjaminan simpanan, Jahja meminta agar LPS tidak hanya menjamin simpanan di bawah Rp 2 miliar. LPS perlu melakukan kajian lebih dalam mengenai peningkatan jaminan simpanan.
"Meski LPS atur Rp 2 miliar, tetapi untuk mencegah krisis terjadi maka pemegang dana besar pun harus diberikan plafon," ujar Jahja.
Dari rencana pemerintah menerapkan Premi Restrukturisasi Perbankan (PRP), Jahja meminta agar besarannya tidak membebani bank. Penetapan pungutan PRP perlu didasari oleh risiko bank tersebut.
"Lihat bank mana yang berisiko tinggi, sama seperti bayar asuransi yang usianya makin lanjut, makin tinggi (premi)," ujar Jahja.
Direktur Keuangan Bank Tabungan Negara (BTN), Iman Nugroho Soeko menambahkan, pungutan PRP diharapkan tidak terlalu tinggi yang bisa membebani bank. "Serendah mungkin sih maunya. Kita pengennya serendah mungkin," kata Iman. (mkj/mkj)











































