Dirut BPJS Ketenagakerjaan: Akademisi Kaji Regulasi Jaminan Sosial

Dirut BPJS Ketenagakerjaan: Akademisi Kaji Regulasi Jaminan Sosial

Niken Widya Yunita - detikFinance
Sabtu, 27 Mei 2017 15:32 WIB
Dirut BPJS Ketenagakerjaan: Akademisi Kaji Regulasi Jaminan Sosial
Foto: Dok. BPJS Ketenagakerjaan
Jakarta - Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, meminta akademisi mengkaji regulasi perlindungan pekerja. Perlindungan tersebut telah diamanatkan negara.

Dalam keterangan tertulis dari BPJS Ketenagakerjaan, Sabtu (27/5/2017), Agus mengatakan itu saat memberikan kuliah umum tentang jaminan sosial ketenagakerjaan kepada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) di gedung kampus Undip, Semarang, Jumat (26/5/2017). Acara ini disiarkan secara live streaming di 30 fakultas hukum perguruan tinggi negeri seluruh Indonesia.

Kuliah umum ini terselenggara atas dukungan dan kerja sama antara Fakultas Hukum Undip dan BPJS Ketenagakerjaan. Tujuannya untuk memperkaya wawasan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para mahasiswa, mulai dari strata 1 (S1) sampai dengan mahasiswa program doktoral.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Agus, edukasi jaminan sosial dalam bentuk kuliah umum ini diharapkan dapat membangun kesadaran lebih di lingkungan civitas akademika tentang pentingnya memiliki perlindungan jaminan sosial. Khususnya perlindungan yang diselenggarakan oleh BPJS Ketanagakerjaan.

"Kami berharap ketika para mahasiswa ini nantinya kembali ke masyarakat untuk berkarya, mereka akan menjadi duta jaminan sosial ketenagakerjaan. Mereka diharapkan menyebarkan semua pengetahuan yang diperoleh hari ini kepada masyarakat secara luas. Kami juga mengharapkan akademisi dapat secara obyektif mengkaji implementasi regulasi perlindungan pekerja yang telah diamanatkan negara kita," ujar Agus.

Agus menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi fokus dalam materinya. Antara lain filosofi dan peran penting jaminan sosial untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia juga menjelaskan rancang bangun struktur hukum yang melandasi sistem jaminan sosial dan peraturan yang masih tumpang tindih.

"Regulasi terkait perlindungan pekerja di Indonesia saat ini banyak yang bertentangan dengan UU SJSN dan UU BPJS. Karena itu, penyelenggaraannya dapat bertentangan dengan prinsip jaminan sosial. Seperti masih adanya pengelolaan perlindungan pekerja yang berbasis profit oriented," kata Agus.

Agus menambahkan, pengelompokan pengelolaan jaminan sosial seharusnya juga berdasarkan program. Hal ini agar tercapai skala ekonomi yang tidak berpatok pada segmentasi market.

Selain itu dibahas pula hal-hal penting lainnya seperti perbandingan pelaksanaan jaminan sosial di beberapa negara. Menurutnya, iuran jaminan sosial di Indonesia relatif kecil dengan manfaat yang sangat besar.

Khusus untuk progam jaminan pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan saat ini baru dimulai dengan persentase total iuran sebesar 3 persen. Sementara negara lain rata-rata sudah mencapai dua digit bahkan seperti Italia sudah dengan pemotongan iuran sebesar 33% dari upah.

"Pelaksanaan jaminan sosial dalam keadaan seperti ini memang menguntungkan masyarakat, namun berpotensi merugikan keuangan negara dan menjadi ancaman risiko sosial di kemudian hari apabila negara tidak mampu secara finansial menopang pendanaannya. Seperti yang terjadi di Yunani dan Brasil kemarin," tutur Agus.

Agus juga menyampaikan kesuksesan implementasi jaminan sosial tergantung pada transformasi dari badan penyelenggaranya sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU BPJS. Agus mengharapkan pemerintah segera menunjuk lembaga yang berperan sebagai inisiator untuk mendorong transformasi entitas terkait perlindungan pekerja dalam BPJS Ketenagakerjaan.

"DPR telah menyatakan akan memanggil para stakeholder jaminan sosial ketenagakerjaan untuk segera menggiring proses transformasi PT Taspen dan PT Asabri dalam BPJS Ketenagakerjaan," ucap Agus. (nwy/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads