BI Sebut RI Sudah Pulih dari Krisis Keuangan 1998, Ini Buktinya

BI Sebut RI Sudah Pulih dari Krisis Keuangan 1998, Ini Buktinya

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Rabu, 19 Jul 2017 15:35 WIB
BI Sebut RI Sudah Pulih dari Krisis Keuangan 1998, Ini Buktinya
Foto Ilustrasi: Fuad Hasim
Jakarta - Indonesia sempat mengalami krisis keuangan yang parah, bermula dari terjadinya krisis finansial di Asia tahun 1997. Indonesia menjadi negara yang paling terpukul karena krisis ini tidak hanya berdampak terhadap ekonomi tetapi juga berdampak signifikan dan menyeluruh terhadap sistem politik dan keadaan sosial di Indonesia.

Namun kini, perlahan satu per satu sektor mulai mengalami pemulihan, baik dari sistem politik, hukum, fiskal dan moneter. Demikian disampaikan oleh Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Hal ini pun akan ditunjukkan oleh pemerintah saat penyelenggaraan pertemuan tahunan antara World Bank dan International Monetary Fund (IMF) di Bali pada tahun depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dari BI melihatnya bagaimana Indonesia dalam 20 tahun ini bisa melakukan financial sector reform (reformasi sektor keuangan). Bagaimana banking sector reform, baik itu di dalam regulator, central bank independensi, ada OJK, ada LPS yang melakukan penjaminan buat bank deposit, kita sudah ada KSSK, UU PPKSK," ucap Mirza.

Contoh sederhananya, Mirza menjelaskan, saat krisis keuangan tahun 1998 lalu, di sektor fiskal tidak ada yang namanya pembatasan defisit fiskal. Sekarang, hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang (UU), bahwa utang pemerintah terhadap PDB ada batas maksimumnya, yakni 60% terhadap PDB.

Hal ini diimplementasikan dengan baik, lewat rasio utang yang saat ini ada di angka 28%.

"Dulu juga tiap tahun tidak pernah ada target inflasi berapa, sekarang tiap tahun harus ada. Misalnya untuk tahun ini 4+/-1%. Kemungkinan tahun ini 3-4%. Mudah-mudahan bisa lebih rendah dari itu," katanya.

Begitu pula dengan jumlah defisit pada anggaran pemerintah yang juga telah diatur dalam UU. Angkanya tidak boleh lebih dari 3% dari PDB.

"Kalau dulu sebelum tahun 98, itu enggak ada target kayak gitu. Pokoknya supaya ekonomi tidak overheating, import growth dan sebagainya itu harus dikendalikan, agar CAD (current account defisit) nya tidak lebih dari 3%," jelasnya.

"Jadi financial sector reformed, fiscal reformed dan juga real sector reformed, meski masih jauh dari selesai. Sekarang CAD masih defisit, kita ingin seperti negara-negara ASEAN lainnya yang surplus. Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina," pungkasnya. (dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads