Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, semester II ini komoditi sumber daya alam (SDA), perkebunan, pertambangan. Jika harga komoditas tersebut mengalami perbaikan maka akan membantu pertumbuhan kredit perbankan.
"Tapi di Pulau Jawa, industri makanan dan minuman, tekstil dan mesin semua berpotensi untuk tumbuh, jadi kita harap Indonesia bisa ambil manfaat dari ekonomi dunia yang sedang membaik," ujarnya Agus di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (21/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal awal tahun kami perkirakan pertumbuhan kredit bisa tinggi, tapi ini karena faktor bank lebih hati-hati agar kredit bermasalah tidak meningkat," kata dia.
Agus menjelaskan, rendahnya penyaluran juga terjadi karena harga komoditas yang belum terlihat membaik, jadi perusahaan melakukan konsolidasi untuk menjaga neraca agar tetap sehat. Dia menjelaskan saat ini perusahaan juga lebih memprioritaskan untuk menjaga profitabilitas kemudian banyak perusahaan yang membukukan keuntungan yang lebih baik.
"Bukan karena penjualan tapi karena efisiensi, melakukan upaya pelunasan utang. Nah kalau mereka ekspansi lagi maka itu akan bantu dorong pertumbuhan ke depannya," jelas dia.
optimistisme BI ini sekaligus menjawab kekhawatiran pelaku usaha setelah realisasi penyaluran kredit perbankan di semester pertama dianggap tak sesuai harapan.
Pertumbuhan kredit Mei 2017 tercatat 8,7% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 9,5% (yoy). Ke depan, pertumbuhan DPK dan kredit pada tahun 2017 diperkirakan akan membaik dan masing-masing berada dalam kisaran 9-11% dan 10-12%. Proyeksi pertumbuhan kredit tersebut dibayangi oleh sejumlah risiko terutama prospek pemulihan permintaan domestik dan kemajuan konsolidasi perbankan.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat 3,1% (gross) atau 1,4% (net). Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2017 tercatat 11,2% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya 9,9% (yoy). (dna/dna)











































