Hal tersebut membuat, Indonesia hanya mampu berada di urutan ke-9 dari 10 negara islam lainnya, dari sisi aset industri jasa keuangan syariah.
Menurut Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah, ada kelemahan yang memicu perbankan syariah Indonesia lambat berkembang. Perbankan syariah saat ini hanya memfokuskan pada fungsi sebagai bank komersial biasa, namun tidak memaksimalkan fungsi sebagai bank investasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, bank syariah yang ada saat ini juga dinilainya cenderung tertuju pada penyaluran kredit jangka pendek seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Begitu juga dari sisi simpanan.
"Jadi ini yang membedakan syariah dengan bank konvensional. Dia cenderung biayakan jangka pendek. Produk di sisi simpanan yang dikembangkan bank syariah juga sangat terbatas. Misalnya wadiah (titipan), mudharabah (pinjaman modal), musyarakah," ujarnya.
Menurutnya bank syariah masih takut untuk mengembangkan produk-produk pembiayaan yang biasanya membutuhkan modal besar, seperti halnya kredit rumah.
"Bank syariah enggak berani masuk produk pembiayaan, mungkin modalnya terbatas, dan takut risikonya juga," terangnya.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah tengah menggulirkan wacana untuk memanfaatkan dana haji yang disimpan di bank-bank syariah untuk investasi infrastruktur nasional. Melalui upaya ini diharapkan, perbankan syariah akan bisa berkembang lebih maju dan mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. (dna/dna)











































