Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Suprajarto mengatakan bank terus berupaya untuk efisien dengan menekan biaya overhead.
"Efisiensi itu suatu keniscayaan kami terus berupaya agar efisien, kami tekan overhead cost," kata Suprajarto kepada detikFinance, Selasa (12/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari laporan keuangan BRI (bank only) semester I 2017 rasio NIM tercatat 8,12% lebih rendah dibandingkan periode semester I 2016 8,26%.
Untuk suku bunga berdasarkan SBDK, BRI memasang 10,5% untuk kredit korporasi. Lalu untuk kredit ritel bank ini memasang bunga 9,75%. Kemudian untuk kredit mikro 17,5%. Untuk kredit konsumsi KPR 10,25% dan non KPR 12,5%.
Penyaluran kredit BRI per Juni 2017 Rp 687,9 triliun atau tumbuh 11,8% dari periode tahun sebelumnya Rp 615,5 triliun. Kemudian untuk dana pihak ketiga (DPK) secara konsolidasi tercatat Rp 768 triliun atau naik 12,3% dari periode Juni tahun lalu Rp 683,7 triliun.
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Herry Sidharta mengatakan NIM perseroan di antara bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV relatif rendah.
"Jika dibandingkan ya NIM BNI ada di posisi paling bawah," kata Herry.
Dia menjelaskan, BNI dengan bank BUMN yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sudah melakukan efisiensi dengan menyatukan transaksi pada satu mesin anjungan tunai mandiri (ATM). "Jadi kami bisa peroleh efisiensi biaya baik bagi bank maupun bagi nasabah," ujar dia.
Mengutip laporan keuangan perseroan per Juni 2017 NIM BNI 6,2%.
BNI mencatatkan komposisi dana murah 59,7% dari total dana pihak ketiga Rp 401,88 triliun. Dengan tingginya perolehan dana murah, biaya dana BNI tercatat 3,1% sehingga mampu menjaga NIM.
Direktur utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Hariyono Tjahjarijadi mengatakan rasio NIM perbankan di Indonesia memang masih tinggi. Namun ke depan rasio akan mengalami penurunan.
"Pasti akan turun karena persaingan di industri keuangan, jadi akan lebih efisien," kata dia. (ang/ang)