Keluhan Masyarakat: Wajib Pakai Uang Elektronik Tapi Dibebani Biaya

Keluhan Masyarakat: Wajib Pakai Uang Elektronik Tapi Dibebani Biaya

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 15 Sep 2017 11:38 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan aturan terkait biaya isi ulang uang elektronik.

Di Indonesia, uang elektronik berbasis kartu digunakan untuk fasilitas umum. Pada 2014 pengguna kereta commuterline bisa menggunakan uang elektronik yang diterbitkan bank. Namun pihak kereta commuterline masih menyediakan karcis harian dan karcis milik KCJ.

Setahun berikutnya pada 2015, Transjakarta mewajibkan seluruh penumpang menggunakan uang elektronik yang diterbitkan bank. Awalnya hanya uang elektronik milik Bank DKI saja yakni JakCard yang bisa digunakan di Transjakarta. Namun, kartu terbitan bank lain seperti E-money Bank Mandiri, Flazz BCA, Brizzi BRI hingga TapCash milik BNI bisa digunakan di Transjakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yang paling baru pada 31 Oktober 2017 mendatang, pengguna jalan tol juga dipaksa untuk menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi di gerbang.

Pegawai swasta di Jakarta Selatan, Mega (27) mengatakan dirinya merasa terjebak dengan gerakan nasional non tunai (GNNT) yang dicanangkan pemerintah.

"Pemerintahkan bilang katanya biar enggak pake uang cash budayakan pake uang elektronik. Tapi ini malah kena biaya," kata Mega kepada detikFinance di Jakarta, Jumat (15/9/2017).

Dia mengatakan, keinginan bank mengenakan biaya karena untuk meningkatkan fasilitas isi ulang dan biaya perawatan alat pembaca kartu kurang bisa dipahami oleh pengguna.

"Tapi itukan harusnya fasilitas yang dikasih bank untuk kita sebagai nasabah. Ya kalau dikit-dikit kena biaya membebani pengguna itu namanya," tambah dia.

Selain Mega, Merdiana pegawai swasta di bilangan Warung Buncit Jakarta Selatan juga mengeluhkan wacana tersebut. Karena selama ini dia mengisi uang elektronik per hari sebesar Rp 20.000.

"Jadi ini memaksa saya harus isi saldo dalam jumlah besar setiap bulannya. Ini merepotkan. Jadi banyak uang yang mengendap di kartu," ujar Diana.

Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan otoritas harusnya juga memperhatikan kondisi masyarakat terkait kebijakan ini.

"Harusnya otoritas juga mempertimbangkan orang menengah bawah yang pasti terbebani karena biaya isi ulang ini. Jadi jangan tidak seimbang kebijakannya," ujar dia.

Sekedar informasi rencana bank sentral mengizinkan bank menarik biaya isi ulang harus diikuti dengan penyediaan sarana isi ulang yang memadai. Jadi tempat pengisian harus lebih banyak dari yang ada saat ini.

Mulai dari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), rest area jalan tol hingga tempat-tempat umum lainnya. (dna/dna)

Hide Ads