Lalu bagaimana dengan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang juga menerbitkan uang elektronik?
Menurut Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, pihaknya akan mematuhi keputusan regulator dalam sistem pembayaran alias Bank Indonesia (BI). Hanya saja ia mengakui dibutuhkan biaya untuk memastikan pelayanan pembayaran uang elektronik BCA, yaitu Flazz berjalan lancar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan layanan uang elektronik membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk penyediaan EDC, pemasangan (install) sistem di setiap mesin pembaca. Jahja memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk melayani pembayaran 13 juta keping Flazz sekitar Rp 50-80 miliar setiap tahunnya, sedangkan saldo yang diperkirakan tersimpan di sebagian Flazz hanya mencapai Rp 15 miliar.
"Tapi kalau buat layanan masyarakat kalau dikasih gratis saya juga oke," ujar Jahja.
Jahja mengaku siap kalau BI memutuskan untuk menggratiskan biaya top-up atau isi ulang uang elektronik. Namun, jika ditetapkan ada biaya top-up akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan.
"Tergantung saja, kita sih siap saja. Kalau minta dibebasin ya bebasin, tapi kalau kesepakatan ada biaya untuk service layanan yang lebih baik tentu kita kenakan. Kita nggak cari untung dari top-up sebenarnya, tapi bagaimana terus meningkatkan layanan. Tapi kalau dari ketentuan kenyamanan pelanggan, sementara dibebaskan ya nggak apa-apa. Kita ikut saja," tutup Jahja.
Baca juga: Hore! Isi Ulang e-Money Batal Kena Biaya |











































