Isi e-Money Ketengan, Bank Untung Atau Buntung?

Isi e-Money Ketengan, Bank Untung Atau Buntung?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 22 Sep 2017 18:40 WIB
Foto: Angga Aliya ZR Firdaus/detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah mengatur biaya isi ulang uang elektronik atau e-money. Untuk aturan on us atau mengisi ulang dengan fasilitas milik bank penerbit, isi ulang di atas Rp 200.000 kena biaya maksimal Rp 750.

Sementara itu untuk isi ulang mulai dari Rp 20.000 sampai Rp 200.000 bebas biaya isi ulang. Kemudian BI juga tidak melarang masyarakat mengisi ulang secara ecer alias keteng jika membutuhkan saldo di atas Rp 200.000.

Menanggapi hal tersebut Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan aturan yang terbitkan BI ini malah menimbulkan inefisiensj.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena terlalu banyak pemain dan masing-masing bank punya mesin EDC. Aturan BI juga membuat biaya operasional jadi meningkat," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Jumat (22/9/2017).

[Gambas:Video 20detik]

Dia menjelaskan, dengan tidak adanya larangan maka bank akan mendapatkan beban yang lebih banyak. Bukannya mendapatkan keuntungan, karena akan ada biaya cetak struk dan operasional yang lebih banyak.


"Karena orang mengisi ulang dengan frekuensi yang lebih banyak, meskipun jumlahnya sama maka kebutuhan struk bisa lebih banyak. Ini kan ada biaya kertas, biaya tinta hingga biaya operasional lain," tambah dia.

Kepala Pusat Program Transformasi BI Onny Widjanarko menjelaskan jika tidak ada larangan masyarakat untuk mengisi ulang e-Money secara ecer. "Boleh, tidak ada larangannya," kata Onny di Gedung BI.

Ini artinya, masyarakat yang membutuhkan saldo misalnya Rp 1 juta bisa mengisi Rp 200.000 sebanyak 5 kali. Dia menyebutkan tarif ini akan diberlakukan setelah penyempurnaan ketentuan uang elektronik yang terbit pada 2014 lalu.

[Gambas:Video 20detik]

(ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads