Apa mungkin?
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, tak mau cepat ambil kesimpulan dari pertanyaan tersebut. Namun ia memastikan, kondisi ekonomi sekarang jauh lebih baik dibandingkan dengan 20 tahun lalu. Begitu juga dengan kesiapan antisipasi bila terjadi gejolak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonomi Indonesia kembali tumbuh di atas 5%, setelah mencapai titik terendah dalam 10 tahun terakhir pada 2015 dengan capaian 4,9%. Pada 2017 diproyeksi bisa mencapai 5,2% dan 2018 di kisaran 5,1-5,5%. "Artinya ekonomi kita sudah membaik," tegasnya.
Inflasi juga berhasil dikendalikan pada level 3% dalam dua tahun terakhir. Tahun ini meskipun diproyeksi bisa mencapai 4%, namun masih dalam batas yang dianggap terkendali. Pada survei minggu kedua Oktober, inflasi tercatat 3,36% (year on year).
Transaksi berjalan masih defisit, namun sudah tidak begitu buruk. Agus optimistis di tahun ini bisa mencapai 1,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih baik dari tahun sebelumnya.
Cadangan devisa juga jauh lebih baik, dengan capaian US$ 129,4 miliar pada akhir September 2017. Agus menyatakan bahwa nilai tersebut menjadi rekor terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
"Kita punya nilai tukar kondisi aman dan baik. Tingat bunga terus terkoreksi lebih rendah untuk mendorong perekonomian," tegasnya.
Meski demikian, bukan berarti ekonomi Indonesia tanpa risiko. Pertumbuhan ekonomi dunia boleh saja diproyeksikan lebih baik oleh IMF, menjadi 3,6% pada 2017 dan 3,7% pada 2018. Akan tetapi tak semuanya memberikan dampak positif secara langsung.
Dengan ekonomi terbuka, segala perubahan yang terjadi di negara lain, khususnya negara dengan ekonomi berkapasitas besar di dunia, dimungkinkan menggoyang ekonomi Indonesia. Misalnya saja kebijakan pajak dan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS).
Agar ekonomi Indonesia kuat terhadap guncangan, Agus menyarankan, reformasi yang sudah berjalan sekarang tidak berhenti begitu saja. Baik dari sisi fiskal, moneter, hingga sektor rill.
Di samping itu, sektor keuangan terutama perbankan juga perlu mendapatkan perhatian serius. Sejak tahun lalu perbankan fokus melakukan konsolidasi seiring dengan kenaikan rasio kredit bermasalah.
Bila hal tersebut bisa dilaksanakan dengan tepat, maka seharusnya kemungkinan krisis bisa diminimalisasi atau sekalipun dihindari. "Jadi kita tetap harus waspada," tegas Agus. (mkj/wdl)