Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengungkapkan, meski lebih lemah, namun rupiah diupayakan tidak bergerak liar. Pendorongnya adalah kinerja perekonomian nasional yang relatif baik.
Antara lain akselerasi proyek infrastruktur, keberhasilan program pengampunan pajak, terjaganya tingkat inflasi, neraca pembayaran, terkendalinya defisit transaksi berjalan, hingga kuatnya cadangan devisa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan stabilitasi nilai Rupiah secara terukur kata dia sesuai dengan fundamental ekonomi yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan penurunan suku bunga acuan BI.
Faktor lainnya yang mempengaruhi stabilitas nilai rupiah tahun depan adalah peningkatan sovereign rating Indonesia ke investment grade (BBB-).
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait itu, seperti perbaikan ekonomi AS hingga pengurangan balance sheet dari the Fed. Pelaksanaan kebijakan perdagangan AS di bawah pemerintahan baru yang cenderung proteksionisme.
Terakhir, rebalancing ekonomi Tiongkok, dan ketidakpastian permasalahan geopolitik, terutama antara AS dengan Korea Utara dan krisis Qatar juga turut menjadi perhatian.
"Karena itu untuk ekonomi makro, indikatornya di 2018, pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,4%, inflasi 3,5%, rupiah di 13.500/US$, suku bunga SPN 5,3%, harga minyak US$ 48/barrel dan lifting minyak 800 ribu barrel/hari," ungkap Suahasil. (eds/mkj)











































