Mengutip data uang beredar BI penyaluran kredit per September 2017 tercatat Rp 4.569,9 triliun tumbuh 9,4% dibandingkan periode bulan sebelumnya.
"Kami menduga pertumbuhan kredit akan lebih bias ke bawah. Kemungkinan bisa mencapai sekitar angka 10% ke bawah," kata Erwin dalam acara seminar National and Regional Balance Sheet: Toward an Integrated Macrofinancial System Stability, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (1/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erwin menjelaskan masih rendahnya pertumbuhan kredit atau masih di kisaran single digit terjadi karena saat ini masih berlangsungnya konsolidasi perbankan untuk memperbaiki kesehatan bank dari kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
"Kalau dilihat kredit tidak akan tumbuh terlalu cepat. Karena saat ini bank sedang konsolidasi. Infrastruktur pemerintah juga belum sepenuhnya selesai," jelas dia.
Dia mengatakan untuk pertumbuhan kredit di kisaran 17%-20% atau kembali seperti pertumbuhan beberapa tahun lalu dinilai agak sulit. "Kembali dalam kondisinya, saat ini kita harus mengakui bahwa pertumbuhan Indonesia relatif terbatas mulai dari produk domestik bruto (PDB). Kalau kreditnya terlalu digenjot, biasanya bisa overheating," jelas dia.
Dari data BI pertumbuhan kredit perbankan berdasarkan jenis penggunaanya yakni kredit modal kerja (KMK) pada September 2017 tercatat Rp 1.123 triliun atau tumbuh 9,6% dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,3%.
Kemudian kredit investasi tumbuh 7,1% lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 6,8%. Lalu kredit konsumsi tumbuh 11% tumbuh dibandingkan bulan sebelumnya. Pertumbuhan KMK didorong oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan ke industri pengolahan 8,2% dan sektor perdagangan dan restoran 6,9%.
Kemudian kredit konsumsi utamanya terjadi pada peningkatan kredit pemilikan rumah (KPR) yang mencapai Rp 393,8 triliun atau tumbuh 10,4%. (mkj/mkj)











































