Ini Bocoran Arah Kebijakan Bank Indonesia

Ini Bocoran Arah Kebijakan Bank Indonesia

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 28 Nov 2017 22:32 WIB
Foto: Dok. Bank Indonesia
Jakarta - Untuk mendorong perekonomian agar tumbuh berkesinambungan dibutuhkan kebijakan pendukung. Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, arah kebijakan ke depan dibuat menjaga keberlangsungan, bahkan memperkuat momentum pemulihan ekonomi dalam negeri.

Gubernur BI, Agus Martowardojo, menjelaskan bauran kebijakan BI ke depan akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang telah tercapai.

"Kami percaya bahwa terjaganya stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat pokok bagi terciptanya pemulihan ekonomi yang lebih berkesinambungan," kata Agus, dalam acara pertemuan tahunan di JCC, Jakarta, Selasa (28/11/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Acara ini dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejumlah menteri, pejabat negara, dan petinggi perusahaan keuangan.

Agus menyebutkan, arah kebijakan diperkuat dengan berbagai cara untuk mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas, sehingga pemulihan ekonomi dapat segera ditrasnformasikan menjadi pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Arah kebijakan ini termasuk penguatan operasi moneter terus ditempuh untuk memberikan ruang fleksibjlitas pengelolaan likuiditas bank. "Kami yakini akan membantu terjaganya stabilitas suku bunga pasar uang," kata dia.

BI juga terus mendorong perbankan domestik untuk mampu menyediakan instrumen lindung nilai yang kebih efisien bagi korporasi, antara lain penggunaan structured product sepeti call spread options.

Di sisi makroprudensial, lanjut Agus, BI melanjutkan penguatan kebjjakan makroprudensial guna meningkatkan resiliensi sistem keuangan terhadap potensi risiko sistemik di tengah tantangan dan kompeksitas dinamika sistem keuangan yang ada. BI juga akan mengimplementasikan buffer likuiditas makroprudensial sebagai bentuk penyempurnaan Giro Wajib Minimum (GWM) sekunder.

BI akan mengimplementasikan Buffer Likuiditas Makroprudensial (Macroprudential Liquidity Buffer, MPLB) sebagai bentuk penyempurnaan Giro Wajib Minimum Sekunder (GWM Sekunder). Di dalam MPLB, bank wajib memelihara instrumen likuid dalam jumlah tertentu yang mencakup seluruh surat berharga bank yang dapat direpokan ke BI sesuai ketentuan Operasi Moneter. Besaran rasio MPLB akan kami tentukan antara lain dengan mempertimbangkan siklus keuangan dan kondisi likuiditas di sistem keuangan. Berbeda dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR), MPLB akan dikenakan kepada seluruh bank.

"Kami akan memperkuat implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah Rata-rata. Kami memandang bahwa kebijakan yang telah diimplementasikan sejak Juli tahun ini berdampak positif baik bagi ekonomi makro maupun mikro perbankan. Di sisi makro, kebijakan ini membantu percepatan pendalaman pasar keuangan, melalui penciptaan instrumen-instrumen baru untuk menyerap tambahan likuditas pada masa pemenuhan GWM Rupiah Rata-rata, dan memperkuat stabilitas pasar uang," tutur Agus.

Di sisi mikro, lanjut Agus, kebijakan ini membantu bank meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas harian dan mengoptimalkan pendapatan dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Penyempurnaan kebijakan akan ditempuh dengan memperluas implementasi GWM Rata-rata hingga mencakup GWM rupiah dan GWM valuta asing baik bank konvensional maupun bank syariah. "Penyempurnaan juga akan kami tempuh dengan menyesuaikan rasio dan memperpanjang masa pemenuhan GWM Rata-rata. Penyempurnaan ini tentunya akan dilakukan secara bertahap dan terukur, dengan memperhatikan kondisi pasar keuangan dan kesiapan perbankan," papar Agus.

Agus melanjutkan, BI akan memperkuat kerja sama bilateral untuk meningkatkan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral dengan mengggunakan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS). Upaya ini ditempuh melalui pengembangan skema LCS yang difasilitasi oleh otoritas/bank sentral seperti Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) dan skema LCS berbasis Appointed Cross Currency Dealers (ACCD) yang melibatkan peran otoritas dan sektor swasta, yang diimplementasikan mulai awal tahun depan. "Selain itu, kami akan terus mengembangkan swap lindung nilai non dolar AS kepada Bank Indonesia dengan memperluas jenis mata uang yang dapat ditransaksikan," imbuh Agus.

Dari aspek penguatan fungsi intermediasi yang berkualitas, BI akan mengimplementasikan rasio intermediasi makroprudensial sebagai bentuk penguatan loan to funding ratio (LFR).

Sementara itu untuk peningkatan efektivitas instrumen makroprudensial, Agus menyebutkan ada opsi penerapan loan to value (LTV) secara tertarget, untuk memitigasi risiko terjadinya bubble sektor tertentu secara lebih spesifik.

BI juga mendorong perbankan untuk memenuhi target rasio pertumbuhan kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) 20% pada 2017, dengan tidak meninggalkan prinsip kehati-hatian.

Untuk pengembangan keuangan syariah, BI akan mendorong implementasi cetak biru atau blue print ekonomi yang sudah diluncurkan pada 2017.

Kemudian pendalaman instrumen pasar keuangan syariah karena likuiditas di bank syariah masih terbatas, dibutuhkan pendorong seperti instrumen keuangan syariah terutama yang berbasis wakaf.

Soal pemberdayaan ekonomi syariah, Agus mengatakan, keuangan syariah tidak akan berkembang tanpa ekonomi yang baik dan berkesinambungan.

"BI juga akan keluarkan aturan bagi pelaku teknologi finansial (tekfin) termasuk e-commerce guna melaksanakan prinsip kehati-hatian, menjaga persaingan usaha, pengendalian risiko dan perlindungan konsumen," ujarnya.

Menurut Agus BI menyambut baik kolaborasi dengan OJK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kominfo. Ini dibutuhkan untuk merespons pesatnya perkembangan teknologi digital saat ini.

"Kami akan mengeluarkan aturan bagi pelaku teknologi Finansial (tekfin), termasuk e-commerce, guna melaksanakan prinsip kehati-hatian, menjaga persaingan usaha, pengendalian risiko, dan perlindungan konsumen. Level playing field dengan lembaga keuangan formal, perlu dijaga. Kami mewajibkan seluruh penggiat tekfin yang bergerak di sistem pembayaran untuk mendaftarkan diri ke Bank Indonesia, melaporkan kegiatan, dan melakukan uji coba dalam Regulatory Sandbox," tutur Agus.

"Kami melarang penyelenggara tekfin dan e-commerce serta penyelenggara jasa sistem pembayaran menggunakan dan memproses virtual currency, serta bekerja sama dengan pihak-pihak yang memfasilitasi transaksi menggunakan virtual currency, guna mencegah pencucian uang, pendanaan terorisme, dan menjaga kedaulatan rupiah sebagai legal tender di NKRI," tambahnya. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads