Masih Tak Diakui BI, Ini Tanggapan CEO Bitcoin Indonesia

Masih Tak Diakui BI, Ini Tanggapan CEO Bitcoin Indonesia

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 13 Des 2017 17:57 WIB
Foto: Sylke Febrina Laucereno
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menegaskan untuk melarang pemrosesan transaksi menggunakan salah satu uang virtual bitcoin.

Menanggapi hal tersebut, CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan mengatakan bitcoin memang bukanlah mata uang resmi yang diterima di Indonesia. Sesuai Undang-undang mata uang, yang diterima sebagai alat pembayaran yang sah adalah Rupiah.

"Bitcoin ini sama dengan digital aset, bukan alat pembayaran. Makanya waktu BI bilang ini bukan alat pembayaran ya saya sangat pro dengan itu," kata Oscar dalam diskusi di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (13/12/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan, bitcoin bisa disamakan dengan komoditas dan bukan sebagai alat pembayaran. "Kami tetap dukung regulasi BI untuk transaksi pembayaran di Indonesia, sama kan kalau di Indonesia kita membayar pakai dolar AS, Euro atau Yen ilegal namanya, karena yang legal hanya rupiah," imbuh dia.

Oscar mengungkapkan, untuk digital aset ini, Jepang adalah salah satu negara yang otoritas keuangannya telah mengatur bursa perdagangan cryptocurrency ini. Hal ini bertujuan untuk memonitoring tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Jadi memang ini hanya digital aset dan komoditas, saya tidak pernah minta ini disahkan jadi mata uang. Karena transaksi di Indonesia memang harus menggunakan Rupiah," ujarnya.

Sebelumnya Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjelaskan di dunia ini mata uang virtual memang berkembang, karena itu seluruh bank sentral di dunia sedang mempelajari mata uang virtual ini.

"Jadi kalau ditanya kepada BI sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran, tentu yang mata uang yang di luar bank sentral ya tidak diakui, di Indonesia hanya Rupiah yang sah," kata Mirza.

Mirza menjelaskan, jika dilihat dari pergerakan harga, bitcoin dan mata uang vitrual memang cepat mengalami kenaikan dan penurunan. "Kalau lihat harganya, cepat naik habis itu turun, terus naik lagi, yang terpenting sebagai sistem pembayaran itu harus diakui oleh otoritas moneter dan sistem pembayaran," ujarnya.

(mkj/mkj)

Hide Ads