Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan penjualan ritel yang hanya 2,5%.
"Jumlah ini relatif belum berubah dibandingkan pertumbuhan bulan lalu. Kemudian pertumbuhan pembelian durable goods juga belum tinggi, konsumsi saat ini masih paling banyak terkait makanan dan minuman," kata Dody dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat kelas atas menahan konsumsi, digunakan untuk tabungan atau kegiatan yang sifatnya leisure," terang Dody.
Menurut Dody, pertumbuhan konsumsi tahun ini diperkirakan tidak akan tumbuh tinggi dibandingkan 2016. Menurut dia, indikator penahanan ini karena keinginan konsumsi masyarakat dan ada permasalahan income masyarakat yang berkurang untuk kelompok menengah bawah yang berkurang.
"Kami harap tahun depan, ini bisa tumbuh lebih baik dan didorong oleh pemerintah bantuan desa, padat karya cash. Ini diharapkan bisa lebih baik karena salah satu kebijakan fiskal pemerintah," ujarnya.
Survei konsumen BI menyebutkan terjadi peningkatan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi yang didudkung dengan peningkatan penghasilan.
Namun, masyarakat masih menambah tabungan dan cenderung menahan konsumsi. Pada November 2017, porsi pendapatan responden rumah tangga yang digunakan untuk konsumsi tercatat menurun 0,4% menjadi 65,3% dan porsi pembayaran cicilan pinjaman terhadap pendapatan turun 0,5% menjadi 13,6%. Porsi tabungan terhadap pendapatan mengalami peningkatan 0,8% menjadi 21%. (hns/hns)











































