Agus menjelaskan pengumpulan zakat ini berpotensi mencapai ratusan triliun. "Potensinya besar, bisa mencapai Rp 200 triliun," kata Agus di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Agus mengungkapkan, untuk mendorong penghimpunan zakat ini bisa meningkat dengan menggunakan zakat core principles yang dikeluarkan pada 2016 lalu. Menurut Agus, penghimpunan zakat ini bisa dioptimalkan untuk pembangunan.
Sementara itu Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Purwakananta menjelaskan, penghimpunan dana zakat nasional sejauh ini digunakan untuk sejumlah program strategis. Antara lain program pembangunan ekonomi, sosial dan bencana darurat.
"Kalau seluruh orang Indonesia yang muslim berzakat, maka potensinya bisa mencapai Rp 100 triliun," ujar dia.
Dia menjelaskan, zakat digunakan untuk program ekonomi seperti mengentaskan kemiskinan, produksi pertanian, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan pemberdayaan masyarakat tidak mampu.
Kemudian dari sisi sosial, ada program rumah Baznas yang memberikan kesehatan pendidikan beasiswa dan bantuan, kemudian Baznas bencana dan terakhir dakwah dan advokasi.
Jadi alokasi dana zakat 45% untuk pembangunan ekonomi, 1% untuk mengentaskan kemiskinan dan sekitar 30% untuk program pendidikan dan bantuan bencana.
Perkuat Ekonomi Syariah
BI terus mendorong ekonomi syariah nasional. Hal ini dilakukan karena aktifitas keuangan syariah masih jauh di bawah sistem keuangan konvensional.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan untuk memperkuat ekonomi syariah dibutuhkan kerangka ekonomi syariah yang komprehensif dan terintegrasi. "Selain itu juga pemangku kepentingan memiliki program yang jelas dan terukur," kata Agus.
Untuk itu, dalam mengembangkan ekonomi syariah dibutuhkan pendalaman pasar keuangan syariah agar lebih luas dan dalam. Kemudian pemberdayaan ekonomi syariah dengan meningkatkan ekonomi halal syariah, membangun kemampuan ekonomi di lingkungan pesantren. Lalu penguatan riset edukasi keuangan syariah.
Agus menjelaskan ekonomi dan keuangan syariah menjunjung tinggi prinsip dan nilai-nilai keadilan, kebersamaan, dan keseimbangan. Nilai-nilai tersebut membentuk perilaku ekonomi yang dapat memperkuat struktur ekonomi domestik seperti mendorong konsumsi terhadap bahan pokok hasil produksi lokal, penguatan basis produksi secara lebih merata, memperkuat basis konsumsi, anti spekulasi serta penyediaan fasilitas pendukung yang mendorong efisiensi dan daya saing nasional.
"Untuk itulah, pengembangan ekonomi syariah Indonesia menjadi sangat penting," ujar Agus.
Ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus berkembang, antara lain ditandai oleh perkembangan berbagai lembaga keuangan Islam seperti perbankan syariah, takaful, koperasi syariah, dan pasar keuangan syariah, serta berbagai lembaga sosial Islam.
Bersama itu, terjadi pula peningkatan minat masyarakat Indonesia terhadap industri halal yang telah berkembang menjadi suatu gaya hidup. Hal tersebut mencakup sektor-sektor ekonomi syariah secara luas seperti makanan halal, fashion syariah, pengobatan dan kosmetik, serta usaha (bisnis) syariah.
Lebih jauh lagi, untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional, pemerintah dan regulator khususnya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tengah mempersiapkan rencana pembangunan infrastruktur dengan peran pasar keuangan, termasuk dengan instrumen Sukuk.
Perbagai program telah menunggu proses realisasi seperti penyiapan sistem informasi zakat dan wakaf, penyusunan berbagai standar turunan, pengembangan instrumen keuangan sosial yang bersifat inovatif dan pelaporannya, serta program pemberdayaan ekonomi dan infrastruktur.
"Dengan pengembangan yang dilakukan melalui kerja sama seluruh pihak, keberadaan sistem keuangan sosial ini dapat dikembangkan dan memberi manfaat yang maksimal bagi masyarakat Indonesia secara luas," imbuh dia.
(dna/dna)