Hal tersebut akan memicu terjadinya krisis layaknya krisis moneter di Amerika Serikat (AS) yang dipicu oleh terjadinya bubble property atau gelembung properti karena melonjaknya harga perumahan akibat meningkatnya permintaan dan spekulasi.
"Perkembangan-perkembangan yang terjadi itu menjadi perhatian Bank Indonesia. Karena dilihat dari sisi stabilitas sistem moneter, itu bahaya sekali karena proses penciptaan uangnya yang luar biasa," katanya dalam jumpa pers di Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita paling takut dengan yang namanya proses penciptaan uang yang berlebihan. Dan akhirnya harga uangnya tidak berarti, harga barang tinggi akhirnya kalau nanti banyak jumlah uang yang beredar," jelas Onny.
Dari segi stabilitas sistem keuangan, BI juga mengkhawatirkan sisi volatilitas bitcoin. Hal ini sama seperti teori gaya gravitasi, jika bola diangkat tinggi sekali, maka saat dia jatuh akan sakit sekali rasanya.
"Kita tidak mau krisis terulang lagi karena ada bubble. Begitu jatuh tiba-tiba, kalau krisis terjadi, yang kena adalah masyarakat. Memang orang sekarang menanyakan, dengan virtual currency yang jumlahnya belum banyak, kok sudah diingat-ingatin. Tapi BI konsentrasi untuk itu, dan mengingatkan," tutur Onny.
"Kita jangan tunggu bahwa nanti banyak yang rugi. Lebih baik kita berikan edukasi atau peringatan, bahwa bahayanya itu tidak hanya bagi pemegang itu sendiri tapi bahaya bagi ekonomi secara keseluruhan," tambahnya.
Untuk itu, BI meminta untuk menghentikan penggunaan bitcoin sebelum akhirnya yang dikhawatirkan terjadi.
"Kalau kami melihatnya, bagi yang belum (memilik), ya jangan. Karena risikonya besar. Untungnya memang besar, tapi risikonya juga bisa lebih besar. Kalau yang kena banyak, akan krisis. Kalau krisis, remuknya itu lima tahun ke belakang. Jangan remehkan stabilitas," pungkasnya. (eds/dna)











































