"Kalau mau ambil kredit biasanya ditanya kolateralnya mana? Usaha kecil itu kan tidak ada tapi harus berkembang juga. Nah teknologi ini meskipun tidak memiliki agunan tetap bisa mengajukan kredit asalkan sesuai dengan analisa fintech," kata Reynold dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi bunga 19%-20% bisa sebagai kompensasi dengan kemudahan yang didapatkan.
Selain itu, Reynold menjelaskan, sebagai jembatan antara pemberi pinjaman dan yang meminjam fintech P2P tidak mendapatkan bunga seluruhnya. Perusahaan hanya mendapatkan fee atau biaya dari hasil transaksi.
"Jadi berapapun bunganya, tidak ada hubungannya dengan kita. Kita beri bunga pinjaman yang lebih tinggi karena profil risiko dan risiko yang seimbang agar lebih stabil," ujarnya.
Dia menjelaskan bunga yang diberikan oleh P2P untuk nasabah masih dalam tahap wajar untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Wakil Ketua Umum Aftech Adrian Gunadi mengatakan sebelum menentukan tingkat bunga untuk kredit UMKM, fintech sudah melakukan perbandingan ke sejumlah bank.
"Kami juga bandingkan bunga dengan bunga bank yang memberikan kredit untuk UMKM," katanya.
Dalam memberikan pinjaman, fintech memiliki penilaian terhadap profil risiko secara berbeda-beda. Ini tercermin dari ada bunga pinjaman yang hanya 12% hingga 14% per tahun.
Ini karena penetapan harga sesuai dengan risiko peminjam.
"Bunga pinjaman sebenarnya dinamis, bisa saja yang meminjam mendapatkan bunga 19%, kemudian lunas dan mengambil kredit lagi dan dapat bunga 12%," ujar dia.
Untuk pinjaman melalui fintech, biasanya hanya dalam jangka pendek. Jadi bunga sekitar 19% dirasa tidak terlalu tinggi.
"Biasanya yang pinjam itu short term 2 atau 3 bulan. Ya kalau 19% per tahun mungkin per bulan hanya 1,5% dan di tambah fee 1 - 2%. Kalau industri kreatif margin dia bisa 30% sendiri, jadi bisa lah bayar bunga," pungkasnya. (eds/eds)