Satuan tugas (satgas) waspada investasi beberapa tahun terakhir telah menghentikan ratusan perusahaan yang melakukan tipu-tipu ke masyarakat. Namun masih ada saja masyarakat yang terjebak dengan janji manis perusahaan investasi bodong ini.
Ketua satgas waspada investasi, Tongam L Tobing menyebutkan ada sejumlah penyebab masih hidupnya investasi bodong ini di Indonesia. Berikut selengkapnya:
Masyarakat RI yang 'serakah'
Foto: Rachman Haryanto
|
"Jika ada yang menawarkan investasi yang untungnya besar, tapi risiko rendah bahkan tanpa risiko. Tinggalkan! Yang namanya investasi ya pasti berisiko," ujar Tongam.
Masyarakat yang masih ingin cepat kaya namun ingin mengambil jalan pintas tentu dimanfaatkan oleh oknum -oknum penipu ini. Dia menjelaskan, banyak masyarakat yang tergiur dengan penawaran investasi bodong ini. Misalnya, perusahaan menawarkan imbal hasil investasi sampai 10% per bulan.
"Inikan penawarannya tidak masuk akal, mereka ditawarkan bunga 10% sebulan tanpa risiko. Investasi itu makin tinggi return makin tinggi risikonya," ujar dia.
Dia mencontohkan saat ini tingkat bunga deposito saja paling tinggi 6% jadi penawaran 10% hingga lebih dinilai tidak masuk akal.
Menurut dia banyaknya masyarakat yang tergiur investasi bodong karena masih banyak yang belum paham konsep investasi. Saat ini juga praktik masih banyak di lingkungan masyarakat.
"Banyak masyarakat yang tidak paham apa itu investasi, jadi ketika ada tawaran dan imbal hasilnya besar tanpa pikir panjang mereka langsung ikut," ujar Tongam.
Orang Berpendidikan Juga Kena
Foto: Muhammad Ridho
|
"Investasi bodong ini juga marak terjadi di Jabodetabek, Jawa Timur dan Jawa Barat, jadi tidak hanya di desa-desa saja," ujar Tongam.
Dia menyebutkan ini terjadi karena banyak sekali penawaran investasi bodong melalui internet atau secara online. Jadi korbannya adalah orang yang melek teknologi.
Tongam menjelaskan, selain di kota besar. Korban juga adalah orang yang berpendidikan. Seperti karyawan hingga pegawai negeri sipil. "Mereka biasanya menggadaikan surat keputusan (SK) PNS mereka dan uangnya diinvestasikan, mereka dijanjikan keuntungan yang besar, tapi nyatanya mereka tertipu," ujar dia.
Dia mengatakan, entitas diduga menjalankan bisnis di luar kewajaran. Padahal bisnis harusnya memiliki konsep 2 L yakni legal dan logis.
Untuk mengurangi korban penipuan akibat investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan, Satgas meminta masyarakat memastikan pihak yang menawarkan investasi memiliki berizinan dari otoritas berwenang.
Mau Investasi? Perhatikan 2 L
Foto: Maikel Jefriando
|
"Logis artinya memberikan imbal hasil yang wajar, tidak berlebihan. Legal harus ada izin usahanya. Jadi harus waspada," ujar Tongam.
Di sini masyarakat harus jeli dalam mengenali perusahaan investasi. Pasalnya imbal hasil yang terlalu tinggi dan diklaim tanpa risiko justru cenderung menyesatkan.
Pertama Legal artinya, periksa legalitas izinnya jika ragu hubungi call center OJK di 157 atau waspadainvestasi@ojk.go.id. Biasanya perusahaan investasi abal-abal sering mencantumkan logo OJK untuk menipu masyarakat agar dia dipercaya sudah terdaftar di regulator. Tak ada salahnya jika anda lebih aktif memeriksa agar lebih jelas.
Dia menjelaskan, Satgas Waspada Investasi ke depannya masih terus menangani investasi ilegal. Pihaknya menerima pengaduan masyarakat.
"Kami melihat di media sosial dan sumber informasi lainnya. Kami analisis, kami panggil entitas tersebut dan apabila diduga merugikan masyarakat maka kami hentikan kegiatannya," ujar dia.
Jangan Takut Lapor Polisi
Foto: Rengga Sancaya
|
Tongam L Tobing mengungkapkan, korban penipuan investasi bodong sangat beragam, mulai dari pekerja biasa sampai pegawai negeri sipil (PNS).
Menurut Tongam, penanganan kasus investasi bodong kadang terkendala dengan korban yang enggan melapor. Karena, korban merasa tidak nyaman atau malu jika harus melaporkan kasus penipuannya.
"Ada juga yang tidak mau melapor, entah tertipunya sedikit jumlahnya. Entah malu atau mereka mengikhlaskan saja. Padahal tidak usah takut untuk melapor ke polisi agar kasus bisa lebih cepat diselesaikan," kata Tongam.
Dia menjelaskan, laporan kepada pihak kepolisian sangat diperlukan untuk membuat pelaku jera. "Laporan ke polisi sangat dibutuhkan, untuk membuat efek jera ke pelaku," imbuh dia.
Halaman 3 dari 5