Beda Pandangan OJK dan BEI Soal Libur Lebaran

Beda Pandangan OJK dan BEI Soal Libur Lebaran

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 03 Mei 2018 14:12 WIB
Foto: Fuad Hasim
Jakarta - Keputusan libur cuti bersama Lebaran tahun ini menjadi polemik. Setelah keputusan cuti bersama diperpanjang menjadi 10 hari banyak diprotes dunia usaha, pemerintah pun tengah mengevaluasi panjangnya cuti bersama itu.

Memang sejak pemerintah mengumumkan cuti Lebaran suara negatif kebanyakan terdengar dari kalangan dunia usaha. Bukan hanya para pengusaha yang mengeluh produksinya akan terganggu, tapi juga dunia pasar modal yang katanya investor asing mempertanyakan keputusan itu dan berpotensi menarik dananya.

Namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas dunia keuangan berpandangan berbeda. OJK ikut mendukung apapun yang dipilih pemerintah terkait cuti bersama Lebaran. Meskipun OJK juga akan disertakan dalam rapat evaluasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti kita meeting sama Ibu Puan (Menko PMK) tapi kita ikut pemerintah saja," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal/ Dewan Komisioner OJK, Hoesen di Sheraton Grand Gandaria City Hotel, Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Pernyataan itu bersebrangan dengan pernyataan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio yang memandang lamanya cuti bersama menjadi sentimen negatif bagi pasar modal.

Menanggapi hal itu, Hoesen meminta BEI untuk menyajikan data tentang investor yang mengeluh, serta korelasinya. Jika ada, maka pihaknya akan mengakomodasi keluhan tersebut.

"Bagus kalau ada bukti data-data, kan kita bicara data dan objektif, datanya ada enggak? Saya si belum terima datanya yang komplain. Jadi jangan jadi asumsi begitu, kalau ada data-datanya bagus, nanti kita akan mengakomodasi," tuturnya.

Sebelumnya, Tito Sulistio mengaku dapat keluhan dari para investor asing lantaran kebijakan tersebut dianggap tidak matang.

"Saya dapat banyak pertanyaan, terutama dari investor mancanegara mengenai 'wajib libur' yang membuat bursa efek kita harus tutup hampir dua minggu penuh. Ini kebijaksanaan yang mendadak," katanya dalam pesan singkat ke wartawan, seperti dikutip Selasa (1/5/2018).

Kebijakan 'libur' bersama yang diputuskan secara tiba-tiba itu dianggap keputusan yang mendadak dan tidak tepat di saat kondisi perdagangan di Indonesia sendiri tengah volatile.

"Hari tutup perdagangan saham di dunia, selayaknya di tentukan minimal setahun secara rapih di depan. Karena menyangkut rencana investasi besar. Kedua, saat ini mata uang Indonesia sedang cukup volatile bergerak, tingkat bunga juga sedang berpotensi merangkak keatas. Jadi bayangkan jika anda punya investasi di negara yang jauh dari anda tinggal, mendengar mata uangnya bergejolak, lalu bursanya mau tutup dua minggu, apa yg anda akan lakukan ke investasi anda?" jelas Tito. (dna/dna)

Hide Ads