Ragam Modus Investasi Bodong RI, dari MLM hingga Koin Digital

Ragam Modus Investasi Bodong RI, dari MLM hingga Koin Digital

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Minggu, 15 Jul 2018 10:22 WIB
Ragam Modus Investasi Bodong RI, dari MLM hingga Koin Digital
Foto: Tim Infografis: Nadia Permatasari
Jakarta - Modus investasi bodong semakin beragam. Kasus ini tak habis menelan korban dengan kerugian mencapai triliunan rupiah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kerugian dari investasi bodong 10 tahun terakhir mencapai Rp 105,8 triliun. Para korban pun harus menerima dengan lapangan dada uangnya tak pernah kembali lagi.

OJK pun melakukan upaya pencegahan agar kejadian serupa tak terulang. Sayangnya, kejadian serupa terjadi lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut rangkuman detikFinance mengenai modus investasi bodong, Minggu (15/7/2018).
Kasus investasi bodong terus berulang setiap saat. Modus yang digunakan pun beragam.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan modus investasi berupa multi level marketing (MLM) menjadi salah satu yang paling banyak ditemui. Bisnis ini tidak lagi menjual produk atau jasa, melainkan kepesertaan.

"MLM banyak pedagang bukan jual barang tapi jual kepesertaan. Contohnya aplikasi pembayaran, pembayaran pulsa, listrik, telepon," kata Tongam saat berbincang dengan media, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Selain itu, modus cryptocurrency atau koin digital. Modus investasi ini, kata Tongam, tak berbentuk digital melainkan fisik dengan imbal hasil yang ditawarkan hingga 5% per hari.

"Cryptocurrency bukan jual koin seperti kita lihat, tapi mereka jual koin kita nanam dana dengan bunga ada 5% sehari," ujar Tongam.

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah tergoda dengan investasi yang menawarkan keuntungan tak wajar. Jika masyarakat ditawarkan investasi dengan keuntungan jauh melebihi instrumen investasi lainnya, maka bisa ditanyakan langsung ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kita nanam uang bunga 30% per bulan ada 1% per hari tidak masuk akal tapi masuk rekening," tutur Tongam.

Kasus investasi bodong masih terjadi. Pqra korban pun kehilangan uang yang tidak sedikit.

Dari data Satgas Waspada Investasi disebutkan periode 2007-2017 kerugian akibat investasi bodong mencapai Rp 105,8 triliun. Angka ini kemungkinan saja bertambah di tahun ini.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan tanggung jawab kerugian materi dibebankan kepada penghimpun dana. Dalam hal ini, pemerintah tidak bertanggung jawab untuk mengembalikan kerugian korban investasi bodong.

"Sehingga memang karena tanggung jawab pidana pribadi, pemerintah tidak akan menalangi kerugian dari investasi ilegal," kata Tongam saat berbincang dengan media, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Harta atau aset dari pelaku investasi bodong kemudian disita dengan harapan bisa mengembalikan kerugian masyarakat. Namun, seringkali besaran tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang dialami korban investasi bodong.

"Tapi tidak akan dapat 50% (kembali) karena uang sangat mudah dia keluarkan," tutur Tongam.

Pelaku investasi bodong umumnya merealisasikan janji imbal hasil beberapa bulan saja. Imbal hasil yang bisa mencapai puluhan persen per bulan kemudian terhenti di bulan ke sekian hingga berujung pada investasi bodong.

"Mereka memberikan imbal hasil dulu yang tinggi dibayar sembilan bulan, habis itu macet," tutur Tongam.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka layanan informasi keuangan melalui nomor 157. Sambungan telepon tersebut berubah dari sebelumnya 1500655.

Layanan ini disediakan bagi masyarakat yang ingin bertanya seputar industri jasa keuangan ke OJK. Mereka yang mau berinvestasi juga bisa menanyakan produk atau perusahaan yang akan dituju.

"Pertanyaan apa saja soal keuangan bisa dilayangkan ke 157," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi serta Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara dalam perjalanan menuju Semarang bersama media, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Layanan ini bisa dimanfaatkan masyarakat setiap hari kerja sejak pukul 08.00-17.00. Masyarakat juga diminta untuk tidak ragu bertanya sebelum berinvestasi agar tidak menyesal di kemudian hari.

"Kita encourage masyarakat untuk tanya kalau mau beli produk keuangan ini legal nggak, jangan-jangan ilegal. Silakan tanya dulu ke 157," tutur Tirta.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total kerugian investasi ilegal selama 10 tahun terakhir mencapai Rp 105 triliun.

Total kerugian tersebut di antaranya bersumber dari Pandawa Group sebesar Rp 3,8 triliun dengan total korban 549 ribu orang. Pandawa menawarkan investasi dengan imbal hasil 10% per bulan.

Kemudian PT Cakrabuana Sukses Indonesia kerugiannya sebesar Rp 1,6 triliun dengan korban 7 ribu orang. CSI menwarkan investasi konsorsium mendulang emas dengan investasi sebesar 5% per bulan.

Lalu First Travel menelan kerugian Rp 800 miliar dengan jumlah korban 58,6 ribu orang. Travel ini menawarkan paket umrah sebesar RP 8,8 juta untuk paket milad dan Rp 14,4 juta untuk paket promo. Kemudian investasi bodong Dream for freedom dengan kerugian Rp 3,5 triliun dan menelan korban 700.000 orang.

Hide Ads