Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Hoesen menegaskan, bahwa untuk saat ini pihaknya tidak akan melakukan perubahan terhadap pungutan tersebut.
"Iya kita sudah bilang, nanti kita kaji. Tapi sekarang tetap seperti itu. Saya bilang tidak akan turun dulu dalam waktu dekat. Tidak akan diubah dan ditinjau lagi," tuturnya di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (1/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita masih butuh untuk pengembangan. Mudah mudahan pasarnya tumbuh dengan baik dan emiten dapat mencari dana di pasar modal. Bisa tumbuh. Sehingga investor dapat manfaatnya," tuturnya.
Terkait pungutan tersebut tertuang dalam PP Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan OJK. Di aturan tersebut disebutkan bahwa OJK melakukan pungutan kepada emiten bank umum sebesar 0,045% dari jumlah aset dan kepada emiten biasa dikenakan 0,03% dari nilai emisi efek.
Menurut Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Franky Welirang OJK yang hanya berupa otoritas independen tak mampu untuk mengubah sebuah PP. Terbukti hingga kini aturan tersebut tak kunjung direvisi. Sementara OJK yang memayungi para emiten.
Baca juga: MA Ambil Sumpah Anggota Baru BPK |
"PP'nya harus diubah. PP itu diubah karena itu Kementerian Keuangan. Harus mengajukan kepada Mensesneg," tuturnya.
Frangky menjelaskan, para emiten yang bergerak di luar sektor keuangan merasa tidak adil. Sebab sebagai perusahaan tercatat di pasar modal mereka ditarik iuran, sementara kompetitornya yang tidak tercatat tidak
"Kalau sektor keuangan itu fair, semuanya ditarik iuran. Tapi yang sektor riil dianggap sebagai keuangan enggak fair dong," tegasnya. (zlf/zlf)