Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonom Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menjelaskan saat ini ketersediaan likuiditas di perbankan terutama dari dana pihak ketiga (DPK) hanya sebesar 40% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"DPK dibagi PDB Indonesia hanya 40%, kalau Singapura 130%. Jadi ketika pertumbuhan ekonomi dikencangkan kemungkinan ada perebutan likuiditas," ujarnya di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (29/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika likuiditas di perbankan masih mengetat, pemerintah justru tahun ini dipandang cukup aktif menerbitkan surat utang obligasi ritel. Pemerintah sudah menetapkan tahun ini akan menerbitkan obligasi ritel sekitar Rp 80 triliun.
Tujuan pemerintah sebenarnya baik. Penerbitan surat utang ritel selain menutupi defisit anggaran juga ingin memperdalam pasar surat utang di domestik.
"Jepang itu rasio utang terhadap PDB 238%. Tapi asingnya hanya mungkin 7%, domestik yang menguasai. Sementara Indonesia asingnya 38%. Sekarang pemerintah berpihak sekali ke domestik," terangnya.
Sebagai dampak dari semakin ketatnya likuiditas, perbankan diperkirakan akan menaikkan suku bunga. Hal itu sebagai upaya dalam rangka memperebutkan DPK.











































