Jahja menerangkan, dari sisi industri banyak pelaku usaha mengaku optimistis pada tahun ini. Hal itu berdasarkan survei yang ia lakukan di sejumlah pelaku usaha.
"Rata-rata dari ritel, semen, CPO bahkan tekstil rata-rata memperkirakan kenaikan 3-5-10%, bahkan industri makanan snack memperkirakan sampai 25%. Dari segi pengusaha sangat positif cuman kan tidak terlepas dari ketersediaan likuiditas itu sangat penting," katanya dalam acara Dialog Ekonomi Perbankan Bersama Gubernur BI di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan LFR 93% lebih itu, dengan loan growth yang normal, yang tadi dunia usaha double digit lalu ditambah infrastruktur yang sekarang banyak banyak bergilir dan positif jangka menengah dan panjang, tapi kan kita bicara saat ini. Itu yang kita khawatirkan ketersediaan likuiditas terkuras," sambungnya.
Jahja menambahkan, ketersediaan likuiditas juga akan terkuras karena pemerintah menerbitkan surat utang. Sehingga, dana dari bank ditarik untuk membeli surat utang tersebut.
"Dan mohon maaf terlebih lagi sekarang persaingan dengan government, dengan SBR 8,15%, tax lebih kecil, ini suatu persaingan karena pengalaman kami sebagai agen pemasaran setiap kali kita jual Rp 2 triliun, itu paling tidak 30% minimal dari dana kita, jadi kanibal," katanya.
"Artinya apa, kalau kita jualan government bonds berarti kita juga harus mencari replacing-nya, itu yang terjadi," tutupnya.











































