Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menjelaskan untuk melindungi pelanggan kredit online. Asosiasi menyediakan posko pengaduan layanan pendanaan online yang dapat diakses melalui call center maupun e-mail.
Dia menyebutkan masyarakat yang memiliki masalah dengan layanan fintech ini selain ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga bisa melaporkan ke Asosiasi melalui laman afpi.or.id.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 58 Fintech Ajukan Izin ke OJK Tahun Ini |
Dengan laporan tersebut, jika yang diadukan adalah fintech yang sudah terdaftar di OJK dan merupakan anggota asosiasi. Maka, asosiasi segera bertindak dengan menegur hingga memberikan sanksi kepada perusahaan.
Namun, jika masyarakat melaporkan fintech ilegal atau yang tidak terdaftar di OJK dan bukan anggota asosiasi. Laporan tersebut akan tetap diproses namun dilanjutkan ke OJK.
"Kalau yang masuk masalah laporan fintech ilegal, kita tetap tampung. Kemudian kita teruskan ke Satgas Waspada Investasi, OJK hingga ke Bareskrim," imbuh dia.
Menurut dia ini dilakukan agar masyarakat merasa terlindungi dan nyaman ketika menggunakan layanan fintech.
Wakil Ketua umum AFPI Sunu Widyatmoko menjelaskan dari data OJK sudah ada 99 perusahaan fintech pendanaan yang terdaftar dan telah melakukan layanan lebih dari 9 juta transaksi ke lebih dari 3 juta masyarakat di seluruh Indonesia.
Masyarakat yang diberi pendanaan mayoritas mereka yang belum dapat mengakses layanan keuangan seperti bank, multifinance yakni berasal dari kelompok pekerja, petani, nelayan, perajin dan pelaku usah amikro kecil dan menengah (UMKM).
Selain itu pelaku usaha mikro kelompok wanita, mahasiswa dan milenial yang membutuhkan pendanaan untuk kebutuhan pendidikan dan kelompok masyarakat lain yang membutuhkan pendanaan kesehatan dan kepemilikan properti.
Dalam peer to peer lending sendiri terdiri dari dua jenis penyelenggaraan pendanaan online, yakni P2P pendanaan produktif dan P2P pendanaan multiguna. (kil/ara)