Investasi di RI Masih Menarik Meski Suku Bunga Acuan BI Turun

Investasi di RI Masih Menarik Meski Suku Bunga Acuan BI Turun

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 18 Jul 2019 16:38 WIB
Foto: Sylke Febrina Laucereno/detikFinance
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI 7days reverse repo rate 25 bps menjadi 5,75%. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan meskipun bunga acuan diturunkan Indonesia masih tetap menarik di mata investor.

Menurut Perry imbal hasil surat berharga negara (SBN) juga lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah AS atau US Treasury. Dia menyebutkan imbal hasil SBN bertenor 10 tahun ini sekitar 7,1% sementara US Treasury bertenor 10 tahun 1,9-2%.

"Kami yakin dengan penurunan bunga ini, imbal hasil Indonesia masih sangat menarik," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (18/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dia menyampaikan, imbal hasil tersebut makin mendorong investor untuk masuk ke SBN. Karena itu dengan banyaknya minat SBN, maka biaya dana atau cost of fund SBN juga bisa ditekan.

"Untuk risiko tentu saja diperhitungkan. Tapi kita lihat di CDS (credit default swap) spread sekarang juga rendah, sekitar 80. Kalau dulu pernah di atas 100, 125. Jadi ini menandakan risikonya rendah, imbal hasilnya menarik," jelasnya.

Bank sentral pun memastikan, menurunnya bunga acuan BI tak akan mendorong dana asing keluar (outflow).


Apalagi Indonesia mendapatkan rating layak investasi dari berbagai lembaga pemeringkat internasional.

"Kita melihat justru ada aliran modal asing ke portofolio, penanaman modal asing. Apalagi pak presiden juga bilang mendorong bisnis, ditangkap positif oleh investor, baik dalam negeri maupun luar negeri," tambahnya.

Target Pertumbuhan Kredit Bisa Tercapai

Dengan penurunan suku bunga acuan ini, Perry Warjiyo mengatakan BI optimistis pertumbuhan kredit bisa tercapai sesuai target 10-12% hingga akhir 2019. Apa lagi, BI telah melakukan upaya lain sebelumnya seperti pelonggaran kebijakan giro wajib minimum (GWM), kebijakan makroprudensial hingga kebijakan penurunan bunga.

"Kami yakin ini bisa tercapai, kalau otoritas lain belum mempertimbangkan apa yang kami lakukan. Misalnya mengendorkan likuiditas, bunga turun sehingga kapasitas bank naik," kata Perry.

Dia mengungkapkan, akhir tahun ini pertumbuhan kredit diperkirakan ada berada di titik tengah target BI.

"Kami yakin dengan upaya yang sudah kami lakukan, akhir tahun ini pertumbuhan kredit akan berada di atas titik tengah, insya Allah lebih tinggi dari 11%," jelas dia.


Perry mengungkapkan ketahanan perbankan yang baik ditandai rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Mei 2019 yang tetap tinggi yakni 22,3%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,6% (gross) atau 1,2% (net).

Likuiditas perbankan juga terjaga antara lain tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 18,5% pada Mei 2019, meskipun menurun dari 20,2% pada April 2019. Fungsi intermediasi tetap memadai dimana pertumbuhan kredit pada Mei 2019 tercatat 11,1% (yoy), stabil dibandingkan dengan pertumbuhan kredit April 2019.

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Mei 2019 sebesar 6,7%, sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan April 2019 sebesar 6,6%. Efisiensi perbankan juga baik tercermin pada rasio biaya operasional dan pendapatan operasional Mei 2019 yang tetap rendah pada level 81,71%.

Sementara itu, kinerja korporasi go public tetap baik ditopang kemampuan membayar yang terjaga. Ke depan, Bank Indonesia akan terus melakukan kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong peningkatan kredit sejalan dengan siklus kredit yang berada di bawah level optimum.


Investasi di RI Masih Menarik Meski Suku Bunga Acuan BI Turun





(kil/dna)

Hide Ads