Rudy Ramli yang merupakan Dirut Bank Bali kala itu kembali muncul ke publik. Dia saat ini dalam misi mencari keadilan.
Saat bertemu dengan awak media, Rudy sedikit bercerita terkait kasus skandal hak tagih piutang (cessie) yang membuat dirinya sempat mencicipi tidur di penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena dorongan pejabat BI saat itu, akhirnya Bank Bali mengucurkan pinjaman dana antar bank ke Bank Umum Nasional, Bank Tiara, BDNI dan bank lainnya yang jumlahnya sekitar Rp 1,3 triliun," terangnya di Penang Bistro, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Pada 1997 beberapa piutang itu sudah jatuh tempo. Namun Bank Bali saat itu kesulitan untuk menagih piutangnya. Sebab bank-bank yang memiliki utang ke Bank Bali dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
Lalu, dari jumlah piutang tersebut, sebanyak Rp 946 miliar tidak bisa ditagih. Saat itu Rudy merasa dijerumuskan oleh oknum BI.
Bank Bali juga sempat bekerjasama dengan PT Era Giat Prima (EGP). Perusahaan yang saat itu dipimpin oleh Setya Novanto dan Djoko Tjandra diminta untuk membantu menagih yang ganjarannya mendapatkan sebagian piutang tersebut.
Nah, singkat cerita, proses penagihan itu berbelit hingga akhirnya muncul skandal cessie.
Akibat tidak dibayarnya pinjaman antar bank itu, terjadi rentetan peristiwa yang mengakibatkan Bank Bali akhirnya harus ikut direkap senilai Rp 1,4 triliun. Selama dalam program rekap, Bank Bali di bawah penanganan BPPN.
Setelah itu, BPPN menunjuk Standard Chartered Bank (SCB) untuk menangani dan menyehatkan Bank Bali. SCB, kata Rudy, malah meminta BPPN untuk menjadikan Bank Bali sebagai kategori BTO (bank take over).
Hingga akhirnya dimerger dengan 4 bank lainnya menjadi Bank Permata. Kemudian Bank Permata dibeli oleh SCB.
(das/fdl)