Ekonomi Lagi Sengit-sengitnya, Kok BI Berani Turunkan Bunga Acuan?

Ekonomi Lagi Sengit-sengitnya, Kok BI Berani Turunkan Bunga Acuan?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 22 Agu 2019 18:41 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%. Bulan lalu, BI juga sudah menurunkan bunga acuan 25 bps.

Gubernur BI Perry Warjiyo menilai meskipun suku bunga kebijakan sudah mengalami penurunan, namun imbal hasil investasi aset keuangan domestik di Indonesia masih tetap menarik.

"Neraca pembayaran Indonesia kuartal II 2019 juga tetap baik ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca modal dan finansial US$ 7,1 miliar, ini karena prospek perekonomian Indonesia yang positif dan daya tarik investasi keuangan domestik yang tinggi," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Perry, menariknya investasi RI ini juga tercermin dari aliran modal asing yang masuk secara year to date sebesar Rp 176,4 triliun.

Dia menjelaskan kebijakan penurunan suku bunga ini menggunakan baseline skenario yang memperhitungkan dampak ketegangan perang dagang yang sudah terjadi terkait pengenaan tarif 10% terhadap US$ 250 miliar komoditas asal China oleh AS.



Berdasarkan pertimbangan tersebut, BI masih mengasumsikan penurunan suku bunga the Fed pada tahun ini hanya satu kali yaitu pada Juli lalu, dan tidak akan ada penurunan suku bunga the Fed lagi sampai akhir tahun. BI juga memperkirakan the Fed akan menurunkan suku bunga satu kali lagi pada tahun depan.

"Itu asumsi dasar baseline skenario kita," ungkap Perry.

Oleh karena itu, Perry mengakui penghitungan imbal hasil investasi di Indonesia belum memperhitungkan dampak perlambatan ekonomi lanjutan di AS dan memanjangnya perang dagang sehingga kemungkinan pertumbuhan ekonomi global pun melambat.

"Berdasarkan bacaan kami dan perhitungan pasar, the Fed masih bisa menurunkan lagi suku bunganya pada tahun ini dua atau tiga kali," kata Perry.

Dengan begitu, Perry meyakini imbal hasil investasi aset pasar domestik Indonesia masih akan tetap menarik dibandingkan sejumlah negara emerging market lainnya.




(kil/eds)

Hide Ads