Potensi defisit keuangan BPJS Kesehatan pun disebut-sebut bakal menjadi Rp 28,5 triliun tahun ini. Fahmi menjelaskan penyebab defisit karena adanya gap antara iuran ideal dengan iuran yang ditagihkan kepada masyarakat.
"(Iuran Kelas III) harusnya hitungan aktuaria 2015-2016 mestinya kan Rp 53.000, kita memutuskan Rp 25.500, artinya ada diskon Rp 27.500. Kelas II misalnya harusnya Rp 63.000 ditetapkan Rp 51.000, ada diskon hampir 12.000," kata dia di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Jumat (23/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi tersebut membuat pendapatan dan pengeluaran yang ditanggung BPJS Kesehatan timpang di mana pengeluaran lebih besar.
"Nah ini lah yang menjadi masalah utama kenapa kemudian jadi mismatch (ketidakcocokan) antara pendapatan dan pengeluaran," tambahnya.
Dia mengatakan bahwa itu adalah masalah utama yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, defisit keuangan BPJS Kesehatan Rp 9,4 triliun pada 2015, Rp 6,4 triliun pada 2016, Rp 13,8 triliun pada 2017, Rp 19,4 triliun pada 2018.
Dia hari ini pun bertemu Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan untuk menjelaskan masalah defisit BPJS Kesehatan. Luhut ikut memberi masukan agar iuran ini disesuaikan dengan kondisi yang ada.
"Ya beliau prinsipnya harusnya iuran itu yang sesuai dengan hitungan saja," tambahnya.
Baca juga: BPJS Kesehatan yang Belum Sehat |
(toy/hns)